My Beloved Family

My Beloved Family
"The love of a family is life's greatest blessing" -anonim-

Saturday, August 1

Global War on Terror : Studi Kasus Al Qaedah dan Isis



Mata Kuliah    : PERDAMAIAN DAN KEAMANAN INTERNASIONAL        
Tanggal           : 12 Desember 2014 

Perang melawan terorisme atau lebih dikenal dengan Global War on Terror dimulai ketika Amerika merespon atas kejadian sabotase pesawat oleh jaringan Al Qaedah yang kemudian ditabrakkan ke menara World Trade Center dan markas pentagon pada 11 September 2001 yang kemudian dikenal sebagai tragedi WTC 9/11. Reaksi pemerintah AS terhadap tragedi 9/11 menjadikan terorisme sebagai permasalahan global.  Melalui media, AS telah berhasil menyebarluaskan persepsi global bahwa ada ancaman terorisme yang bergentayangan di berbagai sudut bumi. GWOT sudah dilancarkan ketika penyelidikan belum tuntas dan bahkan komisi penyelidikan 9/11 baru dibentuk oleh Bush pada akhir tahun 2002. Al Qaedah menjadi jaringan teroris yang mendunia karena berhasil menimbulkan ketakutan AS dengan strategi dan agenda terorisme baru. Untuk mengimbanginya, berbagai reaksi keras AS melawan bentuk terorisme tersebut sehingga secara tidak langsung menciptakan bentuk baru perang itu sendiri. Dalam paper ini, penulis akan mencoba menjelaskan mengenai bentuk atau persepsi baru mengenai GWOT dan apakah yang bisa dimaknai dari GWOT itu sendiri. Penulis juga akan mencoba menjelaskan apakah memang GWOT ini sudah berakhir oleh kemenangan AS dengan ditandai meninggalnya Osama bin Ladden sebagai pemimpin utama jaringan teroris Al Qaedah? Sementara saat ini, muncul jaringan teroris baru dalam bentuk ISIS.

Terorisme dan Perang Global Melawannya
Terorisme berhubungan dengan tindak pidana untuk mencitakan suatu kedaan yang mengakibatkan individu, golongan dan masyarakat umum ada dalam suasana yang teror. Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa terorisme berkaitan erat dengan penciptaaan suasana dan kondisi ketakutan. PBB sendiri menjelaskan bahwa terorisme merupakan sebuah metode yang menimbulkan keresahan dengan menggunakan tindakan kekerasan yang berulang-ulang, dilaksanakan secara semi klandestin oleh individu, kelompok maupun negara, dengan tujuan kriminal atau politik yang unik, dimana berlawanan dengan pembunuhan, sasaran langsung tindakan kekerasan bukanlah sasaran utama).  Definisi PBB tersebut memaparkan bahwa terorisme merupakan suatu metode atau cara yang bisa dipakai oleh siapa saja, baik individu, kelompok maupun negara. Situasi dan kondisi yang hendak dicapai oleh aksi terorisme adalah penyebaran rasa takut kepada khalayak yang luas. Perjelasan yang dipaparkan diatas juga menjelaskan bahwa bukan objek sasaran atau korban yang hendak dicapai, tapi pesan dibalik itu semua.


Terorisme sangat menakutkan karena sifatnya yang tidak terduga. Terorisme juga menjadikan masyarakat sipil sebagai target dan dalam skala kecil sekalipun, terorisme menjadi pengingat konstan betapa rapuhnya sistem keamanan. Masyarakat AS yang terbiasa tinggal dalam lingkungan yang stabil, tidak terbiasa pada situasi ketakutan yang seperti itu. Oleh karena itu, serangan 9/11 menjadi pukulan terberat karena serangan tersebut mencerminkan strategi yang sangat detail, jitu, matang dan terencana oleh jaringan teroris Al Qaedah. Dalam tulisan Imbalance of Terror, dideskripsikan strategi yang digunakan sangat cerdas karena didasarkan pada perbedaan antara AS dengan jaringan teroris itu sendiri dan bagaimana cara memainkan perbedaan tersebut. Diantaranya yang pertama, melalui perbedaan pusat kontrol. Jaringan teroris yang tidak memiliki pusat kontrol secara jelas memilih untuk menyerang pusat pemerintahan AS. Gedung WTC sebagai simbol ekonomi dan globalisasi AS dan Pentagon sebagai pusat politik dan kekuatan militer diluluhlantakkan. Yang kedua melalui perbedaan nilai kehidupan yang dianut. AS yang selalu mengutamakan mengenai persoalan keamanan humanity diserang dengan konsep no moral limit dengan beralasan deklarasi secara agama. Dalam arti jaringan teroris tidak segan-segan menjadikan warga sipil AS sebagai korban dengan alasan menjunjung tinggi nilai keagamaan. Yang ketiga, perbedaan kekuatan dasar yang digunakan. AS dengan high tech superpower nya akan dengan mudah dikalahkan oleh teroris yang mengandalkan kekuatan besar keyakinan dasar, dalam hal ini adalah keyakinan secara agama dimana para teroris ini dengan keberanian tinggi rela mati demi memperjuangkan keyakinannya. Dan masih banyak lagi startegi perang atas dasar perbedaan yang lainnya.


Di sisi lain, AS tidak tinggal diam, AS merespon dengan menerapkan berbagai kebijakan sebagai strategi melawan terorisme. Diplomasi mencari koalisi merupakan salah satu cara AS untuk melawan. AS berhasil menghimpun dukungan internasional dari negara lain dalam bentuk berbagai bantuan militer. Dengan berbagai dukungan tersebut AS juga mencoba menutup sumber dana keuangan teroris dengan membekukan berbagai aset teroris. Selain itu kampanye militer ditegakkan untuk memberantas terorisme dalam betuk apapun guna menciptakan perdamaian. Dalam kampanye tersebut, didapat dukungan kuat dari Inggris, Australia hingga Jepang sehingga pada akhirnya militer berhasil menghancurkan camp  pelatihan teroris hingga membunuh Osama Bin Ladden sebagai pemimpinnya. Tidak hanya sampai di situ, AS memimpin secara global untuk membantu membawa teroris ke pengadilan dan mencoba membantu mencegah aksi teror di masa depan dengan cara membentuk badan anti teroris (Foreign Terrorist Tracking Task Force) dan menerapkan hukum dan undang-undang anti terorisme yang baru yang lebih keras. Selain itu, AS juga menggalangkan nilai kemanusiaan pasca perang, diantaranya membantu Afghanistan dalam bentuk peluncuran berbagai bantuan finansial, materi dan pembiayaan untuk memperbaiki infrasuktur, juga mengambil simpati para muslim dengan menghormati islam demi melindungi AS sendiri dari kejahatan kebencian. Bagi negaranya sendiri, AS juga merespon dengan meningkatkan sistem keamanan dalam negeri dan memprioritaskan para korban tragedi 9/11.
 

Dilihat dari karakteristik di atas, perang terorisme dapat dikatakan sebagai perang asimetrik. Pertama, perang ini melibatkan pihak-pihak bermusuhan yang tidak seimbang kekuatan tempurnya satu sama lain. Kedua, kekuatan yang lebih lemah (para terorism) mengeksploitasi kelemahannya tersebut sebagai kekuatannya. Dalam hal ini yang dimaksud adalah perbedaan antara AS dan teroris itu sendiri. Ketiga, persis seperti perang gerilya, para pelaku terorisme tidak secara langsung terlibat konfrontasi dengan lawannya yang memiliki kekuatan lebih.  Hanya saja, dalam konsep perang terorisme, para teroris tidak menguasai suatu wilayah sebagai basis perangnya. Terorisme tidak memiliki markas atau lokasi sebagai basis pergerakkannya, namun bersifat transnasional, melintasi batas-batas ruang sehingga tidak mudah untuk disergap dan dihancurkan. Strategi teroris bukanlah dimaksudkan untuk secara langsung mengontrol suatu teritori. Dalam kenyataannya para teroris mencoba untuk memaksakan kehendak mereka terhadap masyarakat melalui menebar rasa takut, yang pada intinya tidak mengenal batas-batas geografis.
Tujuan dari perang terorisme, khususnya yang berbasiskan Islam adalah untuk menghancurkan pemerintahan demokratis dan menggantikannya dengan model negara Khalifah. Strategi perang terorisme bersifat: jangka panjang, berbasiskan (mengatasnamakan) ideologi islam (terorisme berlabel Islam), menggunakan system jaringan sel, clandestain (gerakan rahasia), teroganisir secara efisien dan efektif. Pada dasarnya, terorisme menggunakan kekerasan dan ancaman kekerasan hanya untuk mencapai tujuan politik yang lebih substansial.

Pemaknaan Global War On Terror
Pada akhirnya, GWOT ini digunakan sebagai sarana untuk kepentingan politik luar negeri Amerika. Yang pertama, untuk legitimasi intervensi. Dengan alasan ini AS menduduki Irak, Afghanistan, Pakistan. Termasuk campur tangan dalam urusan Sudan, Yaman, dan Thailand (Pattani), dan Filipina Selatan (Moro). Termasuk melakukan kerjasama-kerjasama yang mendikte negara lain dengan alasan memerangi terorisme. AS kemudian membagi dunia menjadi dunia : pengikut Amerika atau pengikut teroris. Politik stick and Carrot pun dilakukan. Yang mendukung Amerika akan diberikan penghargaan sebagai kelompok atau negara moderat, cinta perdamaian, terbuka. Sementara yang menentang kebijakan Amerika akan dicap teroris, garis keras, pengacau perdamain dan tuduhan-tuduhan lainnya.


Yang kedua, GWOT juga digunakan untuk penyesatan politik (tadhdhlil as siyasi), dalam politik penjajahan Amerika untuk menutupi kekejaman dan kebrutalan politik luar negeri Amerika. Setelah membangun monsterisasi terhadap isu terorisme, Amerika membangun anggapan bahwa perdamain dunia saat ini dalam ancaman besar terorisme. Dengan cara itu AS berupaya menutupi kerakusan dan kebuasan penjajahannya di negara-negara dunia lain. Menutupi kejahatan mereka dalam pembantaian rakyat sipil di Irak, Afghanistan, dan Yaman. Termasuk membenarkan tindakan kejinya untuk menangkap tanpa bukti, menyiksa, dan membunuh siapapun yang dituduh oleh Amerika Serikat sebagai teroris. AS tinggal menuduh seseorang , kelompok atau negara sebagai al Qaida atau pendukung al Qaida, maka perlakuan apapun boleh dilakukan terhadap mereka, dengan alasan mereka adalah teroris besar yang mengancam perdamaian dunia.
 

Ketiga, dibalik GWOT ini ada maksud yang lebih penting yakni war on idea, perang pemikiran. Terorisme kemudian dikaitkan dengan kewajiban-kewajiban mulia dan penting umat Islam seperti penegakan syariah Islam secara total, Khilafah, dan jihad. Stigma negative terhadap tiga hal ini sangat penting untuk menjaukannya dari umat Islam. Amerika Serikat sangat mengerti ketiga kewajiban penting dalam Islam ini akan membahayakan eksistensi ideology Kapitalisme di dunia. Sebuah panel ahli keamanan nasional Amerika Serikat yang dipimpin pensiunan Angkatan Darat Letjen William G. Boykin,baru-baru ini mendesak pemerintah pemerintah Obama untuk meninggalkan sikapnya bahwa Islam tidak terkait dengan terorisme dan menyatakan bahwa muslim radikal menggunakan hukum Islam untuk menumbangkan Amerika Serikat.
 

Di lihat dari sisi positif, dalam tulisan Imbalance of Terror dijelaskan bahwa GWOT menghasilkan aset baru untuk melawan terorisme. Yang pertama adalah timbulnya dorongan untuk bekerja sama. Terorisme yang menyerang berbagai lapisan masyarakat dan tidak memandang dari sisi geografis menimbulkan ketakutan dan ancaman yang sama bagi berbagai negara sehingga tercipta keinginan bekerja sama dalam bentuk mencegah hingga memberantas terorisme. Yang kedua dunia internasional akhirnya mengetahui cara-cara terbaik melawan terorisme. Kendala perang melawan terorisme umunya adalah dari segi finansial. Selain menguras finansial militer, perang tersebut juga mempengaruhi keseimbangan ekonomi global suatu negara. Dan salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan menggalakkan kampanye militer dan mendapatkan dukungan internasional dalam bentuk moril maupun finansial. Yang ketiga, lingkungan ekonomi global saat ini memungkinkan untuk memberantas dana terorisme. Berbagai langkah peningkatan pertahanan dan keamanan internasional juga ditegakkan, diantaranya perkuataan pertahanan sipil hingga berbagai badan intelejen terpadu internasional yang memang sudah mulai memainkan peran penting.

ISIS, sebagai GWOT masa kini
 

Kini muncul ancaman teror baru berupa ISIS dimana ISIS, sebagaimana juga Al-Qaedah, adalah produk ideologi Wahabi Saudi. Ideologi inilah yang melahirkan beragam organisasi jihadi teroris yang membelasah berbagai wilayah dunia Islam. Keduanya bermula dari perang sipil. Dimana pada mulanya Al Qaedah berperang melawan Rusia melalui Afghanistan sedangkan ISIS berperang melawan Amerika melalui Suriah. Keduanya bertujuan untuk membentu negara yang berdaulat islam atau disebut islamic state. ISIS dapat dikatakan sebagai GWOT masa kini karena memang teror yang diberikan jauh lebih besar dan lebih meresahkan dari yang diberikan Al Qaedah. Walaupun berbentuk organisasi yang sama, tetap terdapat perbedaan antara Al Qaedah dan ISIS. Wilayah kekuasaan ISIS jauh lebih besar dibandingkan Al Qaedah.

Di dalam dalam prakteknya, ISIS mampu mengontrol terrotory daerah kekuasaannya dengan mengembangkan kekuatan militer sehingga mempersulit lawan untuk mengalahkan mereka. Selain itu, ISIS juga memiliki self funding untuk mendanai programnya sendiri melalui berbagai kebijakan paksaannya terhadap daerah kekuasaannya. Dan yang paling penting, keanggotaan ISIS tidak hanya terbatas oleh territory maupun letak geografis, namun mereka berhasil membuktikan diri menjadikan dirinya magnet agar tiap lapisan masyarakat di berbagai belahan dunia dapat bergabung dengan organisasi ini. Hal ini berarti ISIS tidak membatasi keanggotaannya. Bahkan tercatat  beberapa warga AS menjadi anggota ISIS.

Hingga akhirnya, reaksi keras PBB terhadap ISIS yaitu pada tanggal 24 September 2014, presiden Obama memimpin sidang Dewan Keamanan PBB; ini sebuah momen yang langka. Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat (15-0) mengeluarkan resolusi yang isinya memerintahkan kepada negara-negara anggota PBB agar melarang warga mereka melakukan perjalanan untuk bergabung dengan ISIS.

Konklusi :
Global War on Terror merupakan perang melawan terorisme dimana dimulai dari munculnya AL Qaedah sebagai pencetus War of Terror hingga ISIS yang masih aktif hingga sekarang. Perang yang dilakukan terorisme berbeda dengan perang pada masa perang dingin. GWOT lebih menekankan pada psicological war dimana tujuan dari aksi terorisme tersebut adalah penyebaran rasa takut, cemas hingga kekacauan kepada khalayak yang luas. Tindakan tersebut lebih kepada psycological effect dimana menjelaskan bahwa bukan objek sasaran atau korban yang hendak dicapai, tapi pesan dibalik itu semua. Namun secara karakteristik, perang terorisme dapat dikatakan sebagai perang asimetrik. Banyak hal yang bisa dimaknai dari GWOT itu sendiri. Pada dasarnya GWOT daat dikatakan sebagai salah satu alat yang digunakan untuk kepentingan politik luar negeri Amerika. Namun dari segi positif dapat kita lihat berbagai manfaatnya teruma untuk meningatkan keamanan dan perdamaian internasional sehingga GWOT bukan merupakan perang yang sia-sia dan justru merupakan perang yang berharga karena dapat membuka mata kita untuk mengintrospeksi diri menciptakan perdamaian dan keamanan internasional yang lebih baik. ISIS sebagai bentuk GWOT masa kini memang masih menjadi isu hangat sebagai ancaman internasional dalam skala global. Adanya ISIS menunjukkan bahwa sekalipun negara adidaya AS berhasil melawan bahkan menghancurkan Al Qaedah, namun hal tersebut tidak dapat menghilangkan ancaman terorisme secara global, apalagi tindak kejahatan. Akan selalu ada bentuk terorisme dan tindak kejahatan baru yang lebih kuat dan lebih inofatif.

Referensi :
Anonim. Wrecking World Order. Bahan Kuliah Pertahan dan Keamanan Internasional
Delpech Tereas. 2002. The Imbalance of Terror. Washington Quarterly, 25: 8, 31-40.
Luck, Edward C.  Anothe Reluctant Belligerent: The United Nation and The War on Terrorism.
Mack, Andrew  and Khan, Asif. UN Sanction: A Glass Half Full?
Record, Jeffery. 2003. Bounding The Global War on Terrorism.
Saptamaji, M. Rolip. Perang Melawan Terorisme: Globalisasi Ketakutan
Sulaeman, Dina Y. Perang Melawan Terorisme dan Politics of Fear

https://dinasulaeman.wordpress.com/category/perang-melawan-terorisme/
http://www.tniad.mil.id/index.php/2014/08/tinjauan-sekilas-tentang-perang-terorisme-sebagai-strategi-perang-asimetrik-modern-abad-21/
http://theartofwars.blogspot.com/2013/04/cia-perang-melawan-terorisme.html
http://internasional.kompas.com/read/2014/09/05/08220551/Pertarungan.ISIS.dan.Al.Qaeda.di.Media.Sosial
http://m.kompasiana.com/post/read/675420/3/isis-dan-al-qaedah-persamaan-dan-perbedaan-1.html

1 komentar:

Anonymous said...

Daulah khilafah islamiyah, akan menghabisi salibis AS di timur tengah,
http://transparan.id

Post a Comment