My Beloved Family

My Beloved Family
"The love of a family is life's greatest blessing" -anonim-

Wednesday, November 25

Achieving Peace Through International Organization : The Case of World Trade Organization (WTO)

Trisfani Rahmawati
NIM. 071414553007
Program Studi Magister S2 Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Airlagga Surabaya


LONG PAPER:
Disusun untuk memenuhi tugas tengah semester (UTS) mata kuliah Organisasi dan Bisnis Internasional (OBI)


ABSTRAK
Paper ini membahas mengenai pengaplikasian logika internasionalisme yang menjelaskan bahwa perdamaian dapat dicapai melalui dua hal yaitu organisasi internasional dan free trade. Cara yang kedua, yaitu peace by international organization dipilih dengan  studi kasus yang diambil adalah mengenai organisasi internasional World Trade Organization (WTO). WTO digunakan sebagai wadah dan jembatan dalam mengatasi konflik yang terjadi antar anggotanya. Penyelesaian sengketa dilakukan dengan melalui beberapa mekanisme pokok seperti Consultations, Panel Proceedings, Appellate Review Proceedings; dan Implementation and Enforcement. Beberapa contoh kasus sengeketa yang berhasil diselesaikan dengan baik oleh WTO adalah kasus Selandia Baru versus Australia mengenai impor Apel dan kasus Indoesia versus Amerika Serikat mengenai impor rokok kretek. Dari sana dapat dilihat bahwa perdamaian dapat dicapai melalui adanya organisasi intrenasional. Selain itu juga menunjukkan bahwa menjadi keanggotaan dan menggunakan sistem perdagangan multilateral WTO masih lebih baik daripada jika tidak menggunakan sistem apapun.

Introduction
            Logika internasionalisme menjelaskan mengenai dasar pemikiran dari internasionalisme sendiri dimana semua yang ada dalam ranah hubungan interasional ini sebenarnya berangkat dari konsep dan teori internasionalisme. Tidak terkecuali dalam subyek bidang organisasi dan bisnis internasional. Dijelaskan bahwa konsep dan teori internasionalisme berangkat dari pemikiran mengenai bagaimana menciptakan sebuah perdamaian (how to achieve peace) yang pada akhirnya mengakar pada cara menciptakan pedamaian itu sendiri. Sesuai dari akar internasionalisme, terdapat dua cara mencapai perdamaian. Yang pertama adalah perdamaian melalui organisasi internasional (peace by international organization) dan yang kedua adalah perdamaian melalui perdagangan bebas (peace by free trade) yang memfokuskan kepada benefit atau keuntungan dari perdagangan bebas itu sendiri.[1]
Perdamaian melalui organisasi internasional berangkat dari pemikiran kaum realis sedangkan perdamaian melalui perdagangan bebas berangkat dari konsep universalism. Namun keduanya sama-sama menjelaskan mengenai pentingnya penerapan logika internasionalisme dalam hubungan antar state. Intrenasionalisme dapat mempermudah manusia untuk menciptaan ide-idenya dimana tiap negara pasti memiliki common interest masing-masing yang berbeda-beda. Organisasi internasional membantu menyediakan wadah bagi beragam kepentingan termasuk sebagai wadah penyelesaian konflik apabila terjadi. Tulisan ini mengambil cara yang pertama yaitu peace by international organization dimana berusaha menjelaskan bagaimana logika internasionalisme yang memberikan latar belakang untuk operasional organisasi bisnis internasional dengan menghubungkannya ke dalam studi kasus World Trade Organization (WTO) sebagai salah satu contoh organisasi internasional yang digunakan sebaga wadah untuk mecapai perdamaian melalui penyelesaian konflik atau sengketa yang terjadi antar anggota. Research Question yang coba dibangun adalah bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa yang dilakukan WTO sebagai organisasi internasional yang menjadi wadah penyelesaian konflik bagi para anggotanya. Thesis statement untuk menjawabnya adalah bahwa WTO menjadi pihak netral dengan menerapkan mekanisme pokok seperti Consultations, Panel Proceedings, Appellate Review Proceedings; dan Implementation and Enforcement dalam menyelesaikan konflik antar anggotanya demi tercapainya perdamaian.

Logika Internationalisme
Berbeda dengan globalisasi, internasionalism atau internasionalisme berangkat dari konsep politik yang lahir dari tradisi english school tentang masyarakat internasional (intrenational society). Dikatakan bahwa, “internasionalism refer to the promotion of global peace and well being through development and aplication.” Kerja sama diperlukan dalam hubungan internasional sebagai upaya mempromosikan perdamaian global sehingga menuntut aktor-aktor negara untuk saling berhubungan dengan baik (good relation) dalam institusi internasional. Hal itulah yang menyebabkan dalam internasionalisme, nuansa state dinilai lebih dominan. Inrenasionalisme mengacu pada promosi perdamaian global dan kesejahteraan melalui pengembangan dan aplikasi melalui state-centric.[2]
Teori dan konsep internasionalism yang berakar dari bagaimana menciptakan perdamaian (how to achieve peace) pada akhirya memunculkan gagasan dengan mengkombinasikan dua dasar elemen yakni hukum internasional (international law) dan ekonomi internasional (international economic). Hukum internasional berasal dari organisasi sedangkan ekonomi internasional berasal dari perdagangan (trade). Teori internasional mengkombinasikan Para pemikir realism maupun universalism memiliki pandangan masing-masing mengenai akar dari internasionalisme. Para realis lebih memfokuskan terhadap perdamaian melalui organisasi internasional (peace by international organization) sedangkan kaum universalis memfokuskan terhadap perdamaian melalui perdagangan bebas (peace by free trade). Namun keduanya tetap menganggap bahwa internasionalisme dan logika internasionalisme merupakan pondasi dari hubungan-hubungan internasional.[3]
Menurut kaum liberalisme, dasar pembentukan internasionalisme adalah sekumpulan state-rise of nationalism dimana tumbuh dari tatanan order dan perdamaiana (peace). Tatanan oder dan peace tersebut hanya bisa terjaga jika orang-orang maupun bangsa berfikir liberal dan mengedepankan kepercayaan (trust) serta penghormatan hak asasi manusia. Internasionalisme mempermudah manusia untuk menciptakan ide-idenya sehingga diperlukan sebuah wadah untuk menampung ide-ide tersebut. Dan organisasi internasional merupakan alat dari internasionalisme dimana mengedepankan kerja sama (cooperation) untuk mencapai self determination, humanitarian and global citizenship, peace and security, economic stability.[4] Di dalam teori ketergantungan atau dependency teory, dikemukakan bahwa rasa ketergantungan antar negara timbul karena internasionalisme dimana di ujugnya dapat tercapai peace. Di dalam logika internasionalisme dapat dibangun konsep kepercayaan bahwa dengan bekerja sama, maka dapat memfasilitasi perdamaian. Melalui organisasi badan internasional seperti WTO, wadah pelaksanakan perdamaian antar negara akan semakin terbuka lebar.

Machanism of Achieving Peace Through World Trade Organization (WTO)
Pada tahun 1994, General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) resmi digantikan oleh World Trade Organization (WTO). World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antarnegara. Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota dan mengikat pemerintah untuk mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangannya.[5] Hasil perjanjian Uruguay Round selama 8 tahun dari 1986-1994 tersebut merupakan awal dari era baru dalam konteks perdagangan dunia. Di samping terbentuknya institusi WTO, Uruguay Round juga telah berhasil membangun sistem dan mekanisme yang lebih komprehensif. Item-item perdagangan yang muncul pada era sekarang diadopsi dalam WTO. Tujuan utama WTO adalah untuk membantu produsen barang dan jasa, eksportir dan importir dalam kegiatan perdagangan. Indonesia merupakan salah satu negara pendiri WTO dan telah meratifikasi melalui UU No. 7/1994.[6]
Sebagai forum yang mempertemukan aktor politik internasional atau negara yang memiliki kepentingan di bidang perdagangan. WTO sebagai organisasi internasional berperan sebagai tempat dan forum bagi negara – negara untuk mempererat hubungan kerja sama maupun memiliki kepentingan di bidang perdagangan. Tidak hanya itu, WTO juga menjadi tempat untuk membuat agenda, kebijakan, maupun perjanjian sebagai sarana dalam melaksanakan perdagangan internasional.  Sebagai sosok vital yang berperan sebagai pengatur, WTO juga bertanggung jawab sebagai mediator dari sengketa perdagangan internasional antara dua negara atau lebih. Suatu sengketa dapat terjadi apabila ada pertentangan misalnya karena adanya pelanggaran ketentuan GATT yang menimbulkan kerugian salah satu pihak. Penyelesaian sengketa WTO sendiri diatur dalam Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Disputes atau lebih dikenal dengan nama Dispute Settlement Understanding (DSU).  Pengaturan tentang DSU ini dipercayakan kepada sebuah badan yang disebut Dispute Settlement Body (DSB), dimana perwakilan dari seluruh anggota WTO ikut berpartisipasi.[7]
            Lalu bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa apabila benar-benar terjadi konflik? Dalam mekanisme penyelesaian sengketa dalam rezim perdagangan WTO, semua negara memiliki hak dan kewajiban yang sama. Harapannya adalah terwujudnya keadilan serta kompetisi yang fair dalam perdagangan dunia.[8] Menurut John H. Jackson: penyelesaian sengketa perdagangan dalam WTO, memuat sekitar tiga puluh bentuk, termasuk beberapa kewenangan untuk melakukan tindakan sepihak dari peserta yang dirugikan.[9] Namun secara garis besar mekanisme penyelesaian sengketa dalam WTO memiliki empat proses utama yaitu Consultations, Panel Proceedings, Appellate Review Proceedings; dan Implementation and Enforcement.[10]
1.      Consultations (Konsultasi)
Pada awalnya pihak yang bersengketa diberi kesempatan untuk menyelesaikan permasalahan melalui konsultasi bilateral. Dan apabila pihak yang bersengketa gagal mencapai kesepakatan dan menyetujui untuk membawanya ke WTO maka WTO akan mengambil alih dan menawarkan  jasa mencari penyelesaian dengan baik. Pihak bersengketa diberi waktu untuk mengadakan konsultasi selama enam puluh hari kerja.
2.      Panel Proceedings (Permintaan suatu panel)
Apabila setelah enam puluh hari konsultasi tersebut juga gagal dalam mencapai keputusan, maka pemohon dapat meminta DSB untuk membentuk suatu panel untuk mengadakan pengkajian. Pembentukan suatu panel adalah otomatis dan keanggotan penalis harus terbentuk dalam sepuluh hari setelah persetujuan pembentukan panel.
3.      Appellate Review Proceedings (Proses Banding)
Dalam enam puluh hari, laporan panel harus disahkan dan apabila salah satu
pihak bersengketa tidak setuju dengan ketentuan atau legalitas interpretasi yang berkembang selama dalam proses, pihak yang berkeberatan tersebut dapat mengajuakan keberatannya melalui proses banding. Selanjutnya untuk menangani pengajuan keberatan tersebut, akan dibentuk Apelate Body, yang terdiri dari tujuh orang, yang dalam hal ini yang mewakili adalah para anggota WTO sendiri.
4.      Implementation and Enforcement (Implementasi dan Pelaksanaan)
Apabila sudah disahkannya suatu keputusan final dalam rekomendasi dan pengaturannya, maka pelaksanaannya haruslah dilaksanakan sepenuhnya dengan cepat. Karena hal ini amatlah penting bagi kebersamaan
Sistem penyelesaian sengketa WTO merupakan elemen pokok dalam menjamin keamanan dan kepastian terhadap perdagangan multilateral. Mekanisme penyelesaian persengketaan WTO sangat penting dalam rangka penerapan sistem dan fungsi WTO secara efektif. Dalam konteks hubungan politik maupun perdagangan intemasional, hambatan yang diberlakukan oleh satu negara akan menghambat keseluruhan proses liberalisasi perdagangan global. Oleh sebab itu, adanya organisasi internasional seperti WTO dapat menjadi fungsi yang baik sebgaai wadah maupun jembatan dalam pencapaian perdamaian dimana terbukanya border antar state melalui keanggotaannya dalam organisasi internasional secara tidak langsung dapat menekan berkembangnya konflik itu sendiri.
           
Examples of Cases Handled by World Trade Organization (WTO)
               Berikut adalah beberapa contoh kasus yang mampu diselesaikan dengan baik oleh WTO. 
a.      Selandia Baru versus Australia
Pada tahun 2007, terjadi kasus antara Selandia Baru dan Australia dimana diakibatkan Australia menghentikan impor buah apel dari Selandia Baru dengan alasan apel tersebut terdapat kandungan berbahaya yaitu bakteri fire bright, European cancer dan serangga penyebab pest. Penghentian impor apel tersebut sudah dilakukan sejak tahun 1920 dan terulang lagi pada tahun 2007. Australia melakukan tindakan fitosanitasi atau upaya yg mengharuskan pemindahan atau penghancuran tanaman yg terinfeksi atau terserang patogen atau hama. Tindakan Australia terhadap proses fitosanitasi impor apel tersebut dianggap tidak sesuai karena penilaian risiko terhadap buah apel Selandia Baru tidak dapat dipertanggungjawabkan karena kurangnya bukti ilmiah . Oleh karena hal itu Selandia Baru mengajukan gugatan terhadap Australia ke WTO dengan alasan Australia tidak konsekuen dalam menerapkan SPS Agreement (Agreement on the Application of Sanitary and Phytosanitary Measures) yaitu kesepakatan tentang penerapan ketentuan Sanitasi dan Fitosanitasi.[11]
Understanding On Rules and Procedures Governing The Settlement Of Disputes atau lebih dikenal dengan sebutan DSU, mengatur prosedur penyelesaian sengketa melalui WTO dengan beberapa proses awal seperti Konsultasi dan Mediasi yang dilakukan pada tanggal 31 Agustus 2007. Karena tidak memberi titik cerah maka Pembentukan Panel dilakukan tanggal 17 Desember 2007 sebgai dewan penengah yang beranggotakan Chili, komunitas eropa, Jepang, Cina, Taipe, Amerika Serikat dan Pakistan. WTO juga memberikan hak banding pada pihak yang ingin mengajukan banding yang didasarkan pada laporan panel dan intepretasi hukum.[12]
Keputusan WTO terhadap kasus ini adalah bahwa Panel menyimpulkan tindakan Australia lebih mengarah kepada menghambat perdagangan ketimbang perlindungan fitosanitari itu sendiri dimana Australia dianggap tidak konsisten dengan pasal 5 (6 ) SPS Agreement. Hal itu laporan oleh panel dan riset ilmiah yang tidak sesuai standart. WTO menerapkan prosedur tidak memberikan hukuman terhadap pihak yang kalah melainkan memberi jangka waktu terhdap pihak yang kalah untuk merubah aturanya agar sesuai dengan SPS Agreement. Maka dari itu WTO memberikan waktu untuk Australia merubah sistem aturanya agar sesuai dengan SPS Agreement.
b.      Indonesia versus Amerika Serikat      
Kasus pertentangan isu perdagangan juga dialami negara kita Indonesia dengan Amerika Serikat. Kasus yag diangkat adalah mengenai pembatasan rokok kretek impor dimana Amerika Serikat dibawah kepemimpinan Barack Obama mengeluarkan kebijakan baru mengenai pengendalian tembakau sehubungan dengan regulasi AS mengenai Federal Food, Drug, Cosmetic Act yang isinya melarang produksi dan penjualan rokok dengan ciri aroma seperti kretek, Strawbery, anggur, jeruk, kopi, vanilla dan coklat sehingga berdampak pada kerugian terhadap Indonesia sebagai produsen.[13] Indonesia kemudian melayangkan keberatannya kepada WTO pada juni 2010 yang berisi protes terhadap kebijakan AS atas larangan terhadap produk-produk tembakau yang mengandung zat aditif tambahan, seperti cengkeh yang dinilai Indonesia cukup diskriminatif.
Amerika Serikat kemudian menanggapi lewat tuntutan naik banding pada 5 Januari 2012 setelah dikeluarkannya putusan panel pada 2 September 2011 oleh WTO.  WTO menjadi penengah sekaligus moderator dalam kasus ini. WTO melaksanakan prosedur penyelesaian sengketa dengan memposisikan diri sebagai pihak yang netral dengan meminta konsultasi awal pada AS mengenai ketentuan undang-undang pengendalian tembakau yang telah dilaksanakan AS pada tahun 2009. Menanggapi hal tersebut, AS sempat mengajukan banding namun pada akhirnya berdasarkan segala pertimbangan, WTO memenangkan Indonesia dalam sengketa ini pada 2 September 2012 hingga melakukan tindakan pengawasan atas realisasi dari putusan akhirnya
Kedua kasus diatas menunjukkan efektfitas dan peran WTO sebagai organisasi internasional yang mewadahi sekaligus sebagai jembatan dalam penyelesaian berbagai konflik antar anggota. Meskipun dalam beberapa hal WTO banyak mengalami kekurangan, namun di kedua kasus ini, WTO terbukti berhasil menunjukkan eksistensinya sebagai organisasi internasional yang menjadikan berkembangnya perdamian. Logika internasionalisme terbukti dapat diaplikasikan dalam beberapa kasus untuk dua negara sehingga melalui internasionalisme itu sendiri, border atau batasan antara negara menjadi terbuka. Terbukanya dan terealisasinya kerja sama melalui organisasi internasional, dapat membuka kesempatan untuk mencapai suatu perdamaian.

Conclusion
            Logika internasionalisme digunakan sebagai latar belakang pembentukan dan operasional organisasi bisnis internasional. Di dalam logika internasionalisme terkandung pemikiran bagaimana menciptakan sebuah perdamaian (how to achieve peace). Pencapaian tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yakni melalui organisasi internasional (peace by international organization) dan yang kedua adalah perdamaian melalui perdagangan bebas (peace by free trade). Dalam kasus ini, WTO menjadi forum organisasi internasional yang melaksanakan peace by international organzation dimana melalui kerja sama dan keanggotaan dalam WTO, konflik yang terjadi dapat teratasi. WTO menjadi wadah sekaligus jembatan penghubung penyelesaian sengketa melalui beberapa mekanisme pokok seperti Consultations, Panel Proceedings, Appellate Review Proceedings; dan Implementation and Enforcement. Beberapa ontoh kasus sengeketa yang berhasil diselesaikan dengan baik oleh WTO adalah kasus Selandia Baru versus Australia mengenai impor Apel dan kasus Indoesia versus Amerika Serikat mengenai impor rokok kretek. Kedua kasus tersebut menunjukkan dan menguatkan asumsi penulis bahwa menjadi keanggotaan dan menggunakan sistem perdagangan multilateral WTO masih lebih baik daripada jika tidak menggunakan sistem apapun. Selain mempermudah dalam masalah poitik dan perdagangan, organisasi internasional juga memiliki fungsi sebagai jembatan mendapatkan perdamaian. Sesuai dengan logika internasionalisme bahwa melalui kerja sama di organisasi internasional, maka bisa memfasilitasi perdamaian.

References
[1] Kuliah Organisasi Bisnis Internasional pada 17 September 2015 dengan pengampu Bapak Vinsensio Dugis Ph.D. dan Ibu Baiq Wardhani MA. Ph.D.
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Andilolo, Shanty Roma. 2005. Peran dispute settlement body (DSB) WTO dalam penyelesaian sengketa dagang. Tesis Hubungan Internasional. Universitas Indonesia.
[6] Sutoyo, Susanto dan tim. Sekilas WTO (World Trade Organization). Edisi Ketiga. Direktorat Perdagangan dan Perindustrian Multilateral.
[7] Petros Mavroidis et.al., 2010, The Law of The World Trade Organization (WTO) Documents, Cases & Analysis, US : West Thomson Reuters.
[8] Ibid.
[9] Jackson, John H. 1974. Legal Problem of Economic Relation , St paul minn dalam Sinaga, Thor B. 2014. Efektifitas Peran dan Fungsi WTO (World Trade Organization) dalam Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional. Jurnal Societatis.
[10] Peter van den Bossche, 2005, The Law and Policy of the World Trade Organization, New York : Cambridge University , hlm. 173
[11] Ibid.
[12] Meilia, Koman et all. Peran WTO dalam Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional Terhadap Kasus Tindakan Fitosanitasi Impor Apel Selandia Baru oleh Australia. Jurnal Hukum Fakultas Hukum Universitas Udayana.
[13] Bernadetha, Theresia. 2012. Peran WTO dalam Penyelesaian Sengketa Dagang Rokok Kretek Impor Antara Indonesia dan Amerika Serikat. Skripsi Universitas Pembangunan Nasional Veteran.



[1] Kuliah Organisasi Bisnis Internasional pada 17 September 2015 dengan pengampu Bapak Vinsensio Dugis Ph.D. dan Ibu Baiq Wardhani MA. Ph.D.
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Andilolo, Shanty Roma. 2005. Peran dispute settlement body (DSB) WTO dalam penyelesaian sengketa dagang. Tesis Hubungan Internasional. Universitas Indonesia.
[6] Sutoyo, Susanto dan tim. Sekilas WTO (World Trade Organization). Edisi Ketiga. Direktorat Perdagangan dan Perindustrian Multilateral.
[7] Petros Mavroidis et.al., 2010, The Law of The World Trade Organization (WTO) Documents, Cases & Analysis, US : West Thomson Reuters.
[8] Ibid.
[9] Jackson, John H. 1974. Legal Problem of Economic Relation , St paul minn dalam Sinaga, Thor B. 2014. Efektifitas Peran dan Fungsi WTO (World Trade Organization) dalam Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional. Jurnal Societatis.
[10] Peter van den Bossche, 2005, The Law and Policy of the World Trade Organization, New York : Cambridge University , hlm. 173
[11] Ibid.
[12] Meilia, Koman et all. Peran WTO dalam Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional Terhadap Kasus Tindakan Fitosanitasi Impor Apel Selandia Baru oleh Australia. Jurnal Hukum Fakultas Hukum Universitas Udayana.
[13] Bernadetha, Theresia. 2012. Peran WTO dalam Penyelesaian Sengketa Dagang Rokok Kretek Impor Antara Indonesia dan Amerika Serikat. Skripsi Universitas Pembangunan Nasional Veteran.

0 komentar:

Post a Comment