Trisfani
Rahmawati
NIM. 071414553007
Program
Studi Magister S2 Hubungan Internasional
Fakultas
Ilmu Sosial dan Politik
Universitas
Airlagga Surabaya
LONG
PAPER:
Disusun untuk memenuhi tugas tengah
semester (UTS) mata kuliah Organisasi dan Bisnis Internasional (OBI)
ABSTRAK
Paper
ini membahas mengenai pengaplikasian logika internasionalisme yang menjelaskan
bahwa perdamaian dapat dicapai melalui dua hal yaitu organisasi internasional
dan free trade. Cara yang kedua, yaitu peace by international organization
dipilih dengan studi kasus yang diambil
adalah mengenai organisasi internasional World Trade Organization (WTO). WTO
digunakan sebagai wadah dan jembatan dalam mengatasi konflik yang terjadi antar
anggotanya. Penyelesaian sengketa dilakukan dengan melalui beberapa mekanisme
pokok seperti Consultations, Panel Proceedings, Appellate Review Proceedings; dan
Implementation and Enforcement. Beberapa contoh kasus sengeketa yang
berhasil diselesaikan dengan baik oleh WTO adalah kasus Selandia Baru versus
Australia mengenai impor Apel dan kasus Indoesia versus Amerika Serikat
mengenai impor rokok kretek. Dari sana dapat dilihat bahwa perdamaian dapat
dicapai melalui adanya organisasi intrenasional. Selain itu juga menunjukkan
bahwa menjadi keanggotaan dan menggunakan sistem perdagangan multilateral WTO
masih lebih baik daripada jika tidak menggunakan sistem apapun.
Introduction
Logika
internasionalisme menjelaskan mengenai dasar pemikiran dari internasionalisme
sendiri dimana semua yang ada dalam ranah hubungan interasional ini sebenarnya
berangkat dari konsep dan teori internasionalisme. Tidak terkecuali dalam
subyek bidang organisasi dan bisnis internasional. Dijelaskan bahwa konsep dan
teori internasionalisme berangkat dari pemikiran mengenai bagaimana menciptakan
sebuah perdamaian (how to achieve peace)
yang pada akhirnya mengakar pada cara menciptakan pedamaian itu sendiri. Sesuai
dari akar internasionalisme, terdapat dua cara mencapai perdamaian. Yang
pertama adalah perdamaian melalui organisasi internasional (peace by international organization) dan
yang kedua adalah perdamaian melalui perdagangan bebas (peace by free trade) yang memfokuskan kepada benefit atau keuntungan dari perdagangan bebas itu sendiri.[1]
Perdamaian melalui
organisasi internasional berangkat dari pemikiran kaum realis sedangkan
perdamaian melalui perdagangan bebas berangkat dari konsep universalism. Namun keduanya sama-sama menjelaskan mengenai
pentingnya penerapan logika internasionalisme dalam hubungan antar state. Intrenasionalisme dapat
mempermudah manusia untuk menciptaan ide-idenya dimana tiap negara pasti
memiliki common interest
masing-masing yang berbeda-beda. Organisasi internasional membantu menyediakan wadah
bagi beragam kepentingan termasuk sebagai wadah penyelesaian konflik apabila
terjadi. Tulisan ini mengambil cara yang pertama yaitu peace by international organization dimana berusaha menjelaskan
bagaimana logika internasionalisme yang memberikan latar belakang untuk
operasional organisasi bisnis internasional dengan menghubungkannya ke dalam
studi kasus World Trade Organization (WTO) sebagai salah satu contoh organisasi
internasional yang digunakan sebaga wadah untuk mecapai perdamaian melalui
penyelesaian konflik atau sengketa yang terjadi antar anggota. Research Question yang coba dibangun
adalah bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa yang dilakukan WTO sebagai
organisasi internasional yang menjadi wadah penyelesaian konflik bagi para
anggotanya. Thesis statement untuk
menjawabnya adalah bahwa WTO menjadi pihak netral dengan menerapkan mekanisme
pokok seperti Consultations, Panel Proceedings, Appellate Review Proceedings; dan
Implementation and Enforcement dalam menyelesaikan konflik antar
anggotanya demi tercapainya perdamaian.
Logika
Internationalisme
Berbeda dengan
globalisasi, internasionalism atau
internasionalisme berangkat dari konsep politik yang lahir dari tradisi english school tentang masyarakat
internasional (intrenational society).
Dikatakan bahwa, “internasionalism refer
to the promotion of global peace and well being through development and
aplication.” Kerja sama diperlukan dalam hubungan internasional sebagai
upaya mempromosikan perdamaian global sehingga menuntut aktor-aktor negara
untuk saling berhubungan dengan baik (good
relation) dalam institusi internasional. Hal itulah yang menyebabkan dalam
internasionalisme, nuansa state
dinilai lebih dominan. Inrenasionalisme mengacu pada promosi perdamaian global
dan kesejahteraan melalui pengembangan dan aplikasi melalui state-centric.[2]
Teori dan konsep
internasionalism yang berakar dari bagaimana menciptakan perdamaian (how to achieve peace) pada akhirya
memunculkan gagasan dengan mengkombinasikan dua dasar elemen yakni hukum
internasional (international law) dan
ekonomi internasional (international
economic). Hukum internasional berasal dari organisasi sedangkan ekonomi
internasional berasal dari perdagangan (trade).
Teori internasional mengkombinasikan Para pemikir realism maupun universalism
memiliki pandangan masing-masing mengenai akar dari internasionalisme. Para
realis lebih memfokuskan terhadap perdamaian melalui organisasi internasional (peace by international organization)
sedangkan kaum universalis memfokuskan terhadap perdamaian melalui perdagangan
bebas (peace by free trade). Namun
keduanya tetap menganggap bahwa internasionalisme dan logika internasionalisme
merupakan pondasi dari hubungan-hubungan internasional.[3]
Menurut kaum
liberalisme, dasar pembentukan internasionalisme adalah sekumpulan state-rise of nationalism dimana tumbuh
dari tatanan order dan perdamaiana (peace).
Tatanan oder dan peace tersebut hanya
bisa terjaga jika orang-orang maupun bangsa berfikir liberal dan mengedepankan
kepercayaan (trust) serta
penghormatan hak asasi manusia. Internasionalisme mempermudah manusia untuk
menciptakan ide-idenya sehingga diperlukan sebuah wadah untuk menampung ide-ide
tersebut. Dan organisasi internasional merupakan alat dari internasionalisme
dimana mengedepankan kerja sama (cooperation)
untuk mencapai self determination,
humanitarian and global citizenship, peace and security, economic stability.[4]
Di dalam teori ketergantungan atau dependency
teory, dikemukakan bahwa rasa ketergantungan antar negara timbul karena
internasionalisme dimana di ujugnya dapat tercapai peace. Di dalam logika internasionalisme dapat dibangun konsep
kepercayaan bahwa dengan bekerja sama, maka dapat memfasilitasi perdamaian. Melalui
organisasi badan internasional seperti WTO, wadah pelaksanakan perdamaian antar
negara akan semakin terbuka lebar.
Machanism of Achieving Peace Through World Trade
Organization (WTO)
Pada tahun 1994, General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) resmi
digantikan oleh World Trade Organization (WTO). World Trade Organization (WTO)
atau Organisasi Perdagangan Dunia merupakan satu-satunya badan internasional
yang secara khusus mengatur masalah perdagangan antarnegara. Sistem perdagangan
multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan
dasar perdagangan internasional sebagai hasil perundingan yang telah
ditandatangani oleh negara-negara anggota dan mengikat pemerintah untuk
mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangannya.[5]
Hasil perjanjian Uruguay Round selama 8 tahun dari 1986-1994 tersebut merupakan
awal dari era baru dalam konteks perdagangan dunia. Di samping terbentuknya
institusi WTO, Uruguay Round juga telah berhasil membangun sistem dan mekanisme
yang lebih komprehensif. Item-item perdagangan yang muncul pada era sekarang
diadopsi dalam WTO. Tujuan utama WTO adalah untuk membantu produsen barang dan
jasa, eksportir dan importir dalam kegiatan perdagangan. Indonesia merupakan
salah satu negara pendiri WTO dan telah meratifikasi melalui UU No. 7/1994.[6]
Sebagai forum yang mempertemukan aktor politik
internasional atau negara yang memiliki kepentingan di bidang perdagangan. WTO
sebagai organisasi internasional berperan sebagai tempat dan forum bagi negara
– negara untuk mempererat hubungan kerja sama maupun memiliki kepentingan di
bidang perdagangan. Tidak hanya itu, WTO juga menjadi tempat untuk membuat
agenda, kebijakan, maupun perjanjian sebagai sarana dalam melaksanakan
perdagangan internasional. Sebagai sosok vital yang berperan sebagai
pengatur, WTO juga bertanggung jawab sebagai mediator dari sengketa
perdagangan internasional antara dua negara atau lebih. Suatu sengketa dapat
terjadi apabila ada pertentangan misalnya karena adanya pelanggaran ketentuan
GATT yang menimbulkan kerugian salah satu pihak. Penyelesaian sengketa WTO sendiri diatur dalam Understanding
on Rules and Procedures Governing the Settlement of Disputes atau
lebih dikenal dengan nama Dispute Settlement Understanding (DSU). Pengaturan
tentang DSU ini dipercayakan kepada sebuah badan yang disebut Dispute
Settlement Body (DSB), dimana perwakilan dari seluruh anggota WTO ikut
berpartisipasi.[7]
Lalu
bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa apabila benar-benar terjadi konflik? Dalam
mekanisme penyelesaian sengketa dalam rezim perdagangan WTO, semua negara memiliki
hak dan kewajiban yang sama. Harapannya adalah terwujudnya keadilan serta
kompetisi yang fair dalam perdagangan dunia.[8] Menurut
John H. Jackson: penyelesaian sengketa perdagangan dalam WTO, memuat sekitar
tiga puluh bentuk, termasuk beberapa kewenangan untuk melakukan tindakan
sepihak dari peserta yang dirugikan.[9]
Namun secara garis besar mekanisme penyelesaian sengketa dalam WTO memiliki
empat proses utama yaitu Consultations,
Panel Proceedings, Appellate Review Proceedings; dan Implementation
and Enforcement.[10]
1. Consultations (Konsultasi)
Pada
awalnya pihak yang bersengketa diberi kesempatan untuk menyelesaikan
permasalahan melalui konsultasi bilateral. Dan apabila pihak yang bersengketa
gagal mencapai kesepakatan dan menyetujui untuk membawanya ke WTO maka WTO akan
mengambil alih dan menawarkan jasa
mencari penyelesaian dengan baik. Pihak bersengketa diberi waktu untuk mengadakan
konsultasi selama enam puluh hari kerja.
2. Panel Proceedings (Permintaan suatu
panel)
Apabila
setelah enam puluh hari konsultasi tersebut juga gagal dalam mencapai
keputusan, maka pemohon dapat meminta DSB untuk membentuk suatu panel untuk
mengadakan pengkajian. Pembentukan suatu panel adalah otomatis dan keanggotan
penalis harus terbentuk dalam sepuluh hari setelah persetujuan pembentukan
panel.
3. Appellate Review Proceedings (Proses Banding)
Dalam
enam puluh hari, laporan panel harus disahkan dan apabila salah satu
pihak
bersengketa tidak setuju dengan ketentuan atau legalitas interpretasi yang
berkembang selama dalam proses, pihak yang berkeberatan tersebut dapat
mengajuakan keberatannya melalui proses banding. Selanjutnya untuk menangani
pengajuan keberatan tersebut, akan dibentuk Apelate
Body, yang terdiri dari tujuh orang, yang dalam hal ini yang mewakili adalah
para anggota WTO sendiri.
4. Implementation and Enforcement (Implementasi dan
Pelaksanaan)
Apabila sudah disahkannya suatu
keputusan final dalam rekomendasi dan pengaturannya, maka pelaksanaannya
haruslah dilaksanakan sepenuhnya dengan cepat. Karena hal ini amatlah penting
bagi kebersamaan
Sistem penyelesaian sengketa WTO merupakan
elemen pokok dalam menjamin keamanan dan kepastian terhadap perdagangan
multilateral. Mekanisme penyelesaian persengketaan WTO sangat penting dalam
rangka penerapan sistem dan fungsi WTO secara efektif. Dalam konteks hubungan
politik maupun perdagangan intemasional, hambatan yang diberlakukan oleh satu
negara akan menghambat keseluruhan proses liberalisasi perdagangan global. Oleh
sebab itu, adanya organisasi internasional seperti WTO dapat menjadi fungsi
yang baik sebgaai wadah maupun jembatan dalam pencapaian perdamaian dimana
terbukanya border antar state melalui keanggotaannya dalam organisasi
internasional secara tidak langsung dapat menekan berkembangnya konflik itu
sendiri.
Examples of Cases Handled by World Trade Organization (WTO)
Berikut adalah beberapa contoh kasus yang mampu diselesaikan dengan baik oleh WTO.
a. Selandia Baru versus Australia
Pada
tahun 2007, terjadi kasus antara Selandia Baru dan Australia dimana diakibatkan
Australia menghentikan impor buah apel dari Selandia Baru dengan alasan apel
tersebut terdapat kandungan berbahaya yaitu bakteri fire bright, European cancer
dan serangga penyebab pest. Penghentian impor apel tersebut sudah dilakukan
sejak tahun 1920 dan terulang lagi pada tahun 2007. Australia melakukan
tindakan fitosanitasi atau upaya yg mengharuskan pemindahan atau penghancuran
tanaman yg terinfeksi atau terserang patogen atau hama. Tindakan Australia
terhadap proses fitosanitasi impor apel tersebut dianggap tidak sesuai karena
penilaian risiko terhadap buah apel Selandia Baru tidak dapat
dipertanggungjawabkan karena kurangnya bukti ilmiah . Oleh karena hal itu
Selandia Baru mengajukan gugatan terhadap Australia ke WTO dengan alasan
Australia tidak konsekuen dalam menerapkan SPS Agreement (Agreement on the
Application of Sanitary and Phytosanitary Measures) yaitu kesepakatan
tentang penerapan ketentuan Sanitasi dan Fitosanitasi.[11]
Understanding On Rules
and Procedures Governing The Settlement Of Disputes
atau lebih dikenal dengan sebutan DSU, mengatur prosedur penyelesaian sengketa
melalui WTO dengan beberapa proses awal seperti Konsultasi dan Mediasi yang
dilakukan pada tanggal 31 Agustus 2007. Karena tidak memberi titik cerah maka Pembentukan
Panel dilakukan tanggal 17 Desember 2007 sebgai dewan penengah yang
beranggotakan Chili, komunitas eropa, Jepang, Cina, Taipe, Amerika Serikat dan
Pakistan. WTO juga memberikan hak banding pada pihak yang ingin mengajukan
banding yang didasarkan pada laporan panel dan intepretasi hukum.[12]
Keputusan
WTO terhadap kasus ini adalah bahwa Panel menyimpulkan tindakan Australia lebih
mengarah kepada menghambat perdagangan ketimbang perlindungan fitosanitari itu
sendiri dimana Australia dianggap tidak konsisten dengan pasal 5 (6 ) SPS Agreement. Hal itu laporan oleh panel
dan riset ilmiah yang tidak sesuai standart. WTO menerapkan prosedur tidak
memberikan hukuman terhadap pihak yang kalah melainkan memberi jangka waktu
terhdap pihak yang kalah untuk merubah aturanya agar sesuai dengan SPS Agreement. Maka dari itu WTO memberikan
waktu untuk Australia merubah sistem aturanya agar sesuai dengan SPS Agreement.
b. Indonesia versus Amerika Serikat
Kasus pertentangan isu perdagangan juga dialami
negara kita Indonesia dengan Amerika Serikat. Kasus yag diangkat adalah
mengenai pembatasan rokok kretek impor dimana Amerika Serikat dibawah
kepemimpinan Barack Obama mengeluarkan kebijakan baru mengenai pengendalian
tembakau sehubungan dengan regulasi AS mengenai Federal Food, Drug, Cosmetic Act yang isinya melarang produksi dan
penjualan rokok dengan ciri aroma seperti kretek, Strawbery, anggur, jeruk,
kopi, vanilla dan coklat sehingga berdampak pada kerugian terhadap Indonesia
sebagai produsen.[13] Indonesia
kemudian melayangkan keberatannya kepada WTO pada juni 2010 yang berisi protes
terhadap kebijakan AS atas larangan terhadap produk-produk tembakau yang
mengandung zat aditif tambahan, seperti cengkeh yang dinilai Indonesia cukup
diskriminatif.
Amerika Serikat kemudian menanggapi lewat tuntutan
naik banding pada 5 Januari 2012 setelah dikeluarkannya putusan panel pada 2 September
2011 oleh WTO. WTO menjadi penengah
sekaligus moderator dalam kasus ini. WTO melaksanakan prosedur penyelesaian
sengketa dengan memposisikan diri sebagai pihak yang netral dengan meminta
konsultasi awal pada AS mengenai ketentuan undang-undang pengendalian tembakau
yang telah dilaksanakan AS pada tahun 2009. Menanggapi hal tersebut, AS sempat
mengajukan banding namun pada akhirnya berdasarkan segala pertimbangan, WTO memenangkan
Indonesia dalam sengketa ini pada 2 September 2012 hingga melakukan tindakan
pengawasan atas realisasi dari putusan akhirnya
Kedua kasus diatas menunjukkan
efektfitas dan peran WTO sebagai organisasi internasional yang mewadahi
sekaligus sebagai jembatan dalam penyelesaian berbagai konflik antar anggota. Meskipun
dalam beberapa hal WTO banyak mengalami kekurangan, namun di kedua kasus ini,
WTO terbukti berhasil menunjukkan eksistensinya sebagai organisasi
internasional yang menjadikan berkembangnya perdamian. Logika internasionalisme
terbukti dapat diaplikasikan dalam beberapa kasus untuk dua negara sehingga
melalui internasionalisme itu sendiri, border atau batasan antara negara
menjadi terbuka. Terbukanya dan terealisasinya kerja sama melalui organisasi
internasional, dapat membuka kesempatan untuk mencapai suatu perdamaian.
Conclusion
Logika
internasionalisme digunakan sebagai latar belakang pembentukan dan operasional
organisasi bisnis internasional. Di dalam logika internasionalisme terkandung
pemikiran bagaimana menciptakan sebuah perdamaian (how to achieve peace). Pencapaian tersebut dapat dilakukan dengan
dua cara yakni melalui organisasi internasional (peace by international organization) dan yang kedua adalah
perdamaian melalui perdagangan bebas (peace
by free trade). Dalam kasus ini, WTO menjadi forum organisasi internasional
yang melaksanakan peace by international
organzation dimana melalui kerja sama dan keanggotaan dalam WTO, konflik
yang terjadi dapat teratasi. WTO menjadi wadah sekaligus jembatan penghubung
penyelesaian sengketa melalui beberapa mekanisme pokok seperti Consultations, Panel Proceedings,
Appellate Review Proceedings; dan Implementation and Enforcement.
Beberapa ontoh kasus sengeketa yang berhasil diselesaikan dengan baik oleh WTO
adalah kasus Selandia Baru versus Australia mengenai impor Apel dan kasus
Indoesia versus Amerika Serikat mengenai impor rokok kretek. Kedua kasus
tersebut menunjukkan dan menguatkan asumsi penulis bahwa menjadi keanggotaan
dan menggunakan sistem perdagangan multilateral WTO masih lebih baik daripada
jika tidak menggunakan sistem apapun. Selain mempermudah dalam masalah poitik
dan perdagangan, organisasi internasional juga memiliki fungsi sebagai jembatan
mendapatkan perdamaian. Sesuai dengan logika internasionalisme bahwa melalui
kerja sama di organisasi internasional, maka bisa memfasilitasi perdamaian.
References
[1]
Kuliah Organisasi Bisnis Internasional pada 17 September 2015 dengan pengampu
Bapak Vinsensio Dugis Ph.D. dan Ibu Baiq Wardhani MA. Ph.D.
[2]
Stromquist, Nelly P. Education in
Globalized World. Diakses secara online melalui https://books.google.co.id/books?id=Hi8bdyTzlksC&pg=PA188&lpg=PA188&dq=internationalism+refer+to+the+promotion+of+global+peace+and+well+being+through+development+and+application&source=bl&ots=iSnRRxMRsI&sig=shJw9TyXh4-eylRRew5oKN1NQG0&hl=id&sa=X&ved=0CDUQ6AEwBGoVChMItsbIt-b4xwIVYyumCh3DiAhr#v=onepage&q=internationalism%20refer%20to%20the%20promotion%20of%20global%20peace%20and%20well%20being%20through%20development%20and%20application&f=false
pada 30 September 2015
[3]
Ibid.
[4]
Ibid.
[5]
Andilolo, Shanty Roma. 2005. Peran dispute settlement body (DSB) WTO dalam penyelesaian
sengketa dagang. Tesis Hubungan
Internasional. Universitas Indonesia.
[6]
Sutoyo, Susanto dan tim. Sekilas WTO
(World Trade Organization). Edisi Ketiga. Direktorat Perdagangan dan
Perindustrian Multilateral.
[7] Petros Mavroidis et.al., 2010, The Law of The World Trade
Organization (WTO) Documents, Cases & Analysis, US : West Thomson
Reuters.
[8]
Ibid.
[9]
Jackson, John H. 1974. Legal Problem of
Economic Relation , St paul minn dalam Sinaga, Thor B. 2014. Efektifitas Peran dan Fungsi WTO (World
Trade Organization) dalam Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional.
Jurnal Societatis.
[10] Peter van den Bossche, 2005, The Law and Policy of the World
Trade Organization, New York : Cambridge University , hlm.
173
[11]
Ibid.
[12]
Meilia, Koman et all. Peran WTO dalam
Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional Terhadap Kasus Tindakan
Fitosanitasi Impor Apel Selandia Baru oleh Australia. Jurnal Hukum Fakultas
Hukum Universitas Udayana.
[13]
Bernadetha, Theresia. 2012. Peran WTO dalam
Penyelesaian Sengketa Dagang Rokok Kretek Impor Antara Indonesia dan Amerika
Serikat. Skripsi Universitas Pembangunan Nasional Veteran.
[1] Kuliah
Organisasi Bisnis Internasional pada 17 September 2015 dengan pengampu Bapak
Vinsensio Dugis Ph.D. dan Ibu Baiq Wardhani MA. Ph.D.
[2]
Stromquist, Nelly P. Education in
Globalized World. Diakses secara online melalui https://books.google.co.id/books?id=Hi8bdyTzlksC&pg=PA188&lpg=PA188&dq=internationalism+refer+to+the+promotion+of+global+peace+and+well+being+through+development+and+application&source=bl&ots=iSnRRxMRsI&sig=shJw9TyXh4-eylRRew5oKN1NQG0&hl=id&sa=X&ved=0CDUQ6AEwBGoVChMItsbIt-b4xwIVYyumCh3DiAhr#v=onepage&q=internationalism%20refer%20to%20the%20promotion%20of%20global%20peace%20and%20well%20being%20through%20development%20and%20application&f=false
pada 30 September 2015
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5]
Andilolo, Shanty Roma. 2005. Peran dispute settlement body (DSB) WTO dalam penyelesaian
sengketa dagang. Tesis Hubungan
Internasional. Universitas Indonesia.
[6] Sutoyo,
Susanto dan tim. Sekilas WTO (World Trade
Organization). Edisi Ketiga. Direktorat Perdagangan dan Perindustrian
Multilateral.
[7] Petros Mavroidis et.al., 2010, The Law of The World Trade Organization
(WTO) Documents, Cases & Analysis, US : West Thomson Reuters.
[8] Ibid.
[9] Jackson,
John H. 1974. Legal Problem of Economic Relation
, St paul minn dalam Sinaga, Thor B. 2014. Efektifitas
Peran dan Fungsi WTO (World Trade Organization) dalam Penyelesaian Sengketa
Perdagangan Internasional. Jurnal Societatis.
[10] Peter van den Bossche, 2005, The Law and Policy of the World
Trade Organization, New York : Cambridge University , hlm.
173
[11] Ibid.
[12] Meilia,
Koman et all. Peran WTO dalam
Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional Terhadap Kasus Tindakan
Fitosanitasi Impor Apel Selandia Baru oleh Australia. Jurnal Hukum Fakultas
Hukum Universitas Udayana.
[13]
Bernadetha, Theresia. 2012. Peran WTO
dalam Penyelesaian Sengketa Dagang Rokok Kretek Impor Antara Indonesia dan
Amerika Serikat. Skripsi Universitas Pembangunan Nasional Veteran.
0 komentar:
Post a Comment