My Beloved Family

My Beloved Family
"The love of a family is life's greatest blessing" -anonim-
Showing posts with label Korporasi Global. Show all posts
Showing posts with label Korporasi Global. Show all posts

Saturday, August 1

Etika Bisnis dan Aplikasinya



Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Tujuan daripada adanya etika bisnis dalam suatu perusahaan adalah sebagai pembentuk nilai dan norma sehingga dapat tercipta hubungan yang baik antar mitra kerjandan berbagai pihak yang berkecimpung di dalamnya. Etika bisnis dibutuhkan untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi. Pratek etika bisnis diyakini pada dasarnya dapat mengembangkan dan menguntungkan perusahaan untuk jangka menengah maupun jangka panjang.
Pentingnya etika bisnis sangat disadari oleh perusahaan karena prinisp bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Tindakan yang tidak etis akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi, dan sebagainya yang nantinya dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan.
Korporasi swasta, multinasional maupun global yang saat ini banyak hadir membuat persaingan diantara mereka juga semakin ketat. Keinginan untuk memberikan nilai dan citra yang baik dalam pengelolaan operasional kerjanya menjadikan korporasi sebagai lembaga yang mengedepankan konsep taat pada aturan atau beretika. Baik itu aturan yang tertulis maupun aturan normatif. Etika bisnis menjadi hal yang krusial dan menarik yang tidak bisa dilepaskan pembahasannya pada sebuah korporasi dimana korporasi ini menjadi salah satu sarana dalam hubungan internasional di bidang ekonomi. Studi mengenai etika bisnis ini signifikan dan bermanfaat bagi pengembangan kajian tentang korporasi global karena memang pada dasarnya etika bisnis merupakan hal yang penting dan digunakan sebagai pedoman untuk pelaksanaan bisnis yang baik

Aplikasi Etika Bisnis dalam Korporasi Global
             Tidak dapat dipugkiri bahwa etika bisnis merupakan hal krusial yang harus diaplikasikan dalam korporasi global. Etika bisnis dapat membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi. Etika bisnis dapat digunakan sebagai landasan yang kokoh dalam perwujudannya. Aplikasi tersebut dapat dilihat melalui implementasi etika bisnis dalam penyelenggaraan bisnis korporasi global dimana etika bisnis yang dijalankan tersebut mengikat setiap personal menurut bidang tugas yang diembannya masing-masing. Dengan kata lain etika tersebut mengikat seluruh elemen dalam sebuah korporasi mulai dari manajer, pimpinan unit kerja dan kelembagaan perusahaan. Semua elemen tersebut harus mampu melaksanakan kewajiban sesuai dengan tugas pokoknya sekaligus melaksanakan etika bisnis secara konsekuen dan penuh tanggung jawab.
Dalam pandangan sempit perusahaan dianggap sudah melaksanakan etika bisnis bilamana perusahaan yang bersangkutan telah melaksanakan tanggung jawab sosialnya. Dari berbagai pandangan etika bisnis, beberapa indikator yang dapat dipakai untuk menyatakan bahwa seseorang atau perusahaan telah mengimplementasikan etika bisnis antara lain adalah:
1.   Indikator Etika Bisnis menurut ekonomi adalah apabila perusahaan atau pebisnis telah melakukan pengelolaan sumber daya bisnis dan sumber daya alam secara efisien tanpa merugikan masyarakat lain.
2.   Indikator Etika Bisnis menurut peraturan khusus yang berlaku. Berdasarkan indikator ini seseorang pelaku bisnis dikatakan beretika dalam bisnisnya apabila masing-masing pelaku bisnis mematuhi aturan-aturan khusus yang telah disepakati sebelumnya.
3.   Indikator Etika Bisnis menurut hukum. Berdasarkan indikator hukum seseorang atau suatu perusahaan dikatakan telah melaksanakan etika bisnis apabila seseorang pelaku bisnis atau suatu perusahaan telah mematuhi segala norma hukum yang berlaku dalam menjalankan kegiatan bisnisnya.
4.   Indikator Etika Bisnis berdasarkan ajaran agama. Pelaku bisnis dianggap beretika bilamana dalam pelaksanaan bisnisnya senantiasa merujuk kepada nilai-nilai ajaran agama yang dianutnya.
5.   Indikator Etika Bisnis berdasarkan nilai budaya. Setiap pelaku bisnis baik secara individu maupun kelembagaan telah menyelenggarakan bisnisnya dengan mengakomodasi nilai-nilai budaya dan adat istiadat yang ada disekitar operasi suatu perusahaan, daerah dan suatu bangsa.
6.   Indikator Etika Bisnis menurut masing-masing individu adalah apabila masing-masing pelaku bisnis bertindak jujur dan tidak mengorbankan integritas pribadinya
Sebenarnya terdapat banyak sekali aplikasi contoh atau bentuk nyata dari pengaplikasian etika bisnis dalam korporasi global. Sejauh konsep dan indikator etika bisnis terpenuhi, maka dapat dikatakan bahwa suatu korporasi telah mengaplikasikan etika bisnis dalam operasional bisnisnya. Di Indonesia, praktek penerapan etika bisnis yang paling sering kita jumpai pada umunya diwujudkan dalam bentuk buku saku “peraturan perusahaanyang pasti dan selalu ada di masing-masing korporasi. Buku saku terseut umumnya diberikan kepada semua elemen korporasi terutama karyawan sebagai pedoman pelaksanaan etika bisnis dalam operasional sehari-hari. Dasar dari pembuatan buku saku adalah etika bisnis sesuai hukum dan peraturan tertulis maupun normatif yang berlaku dimana umumnya banyak membahas mengenai kode etik perusahaan, peraturan, hak dan kewajiban serta taggung jawab semua elemen korporasi.
Hal ini barulah merupakan tahap awal dari praktek etika bisnis yakni mengkodifikasi-kan  nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis  bersama-sama corporate-culture  atau budaya perusahaan, kedalam suatu bentuk pernyataan tertulis dari perusahaan untuk dilakukan dan tidak dilakukan oleh manajemen dan karyawan dalam melakukan kegiatan bisnis. Di Indonesia sendiri, tata cara pembuatan kode etik dan peraturan perusahaan ditetapkan dengan Pasal 108 dan Pasal 112 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Kep. 48/MEN/V/2004 tanggal 8 April 2004 tentang tata cara pembuatan dan pengesahan peraturan perusahaan.
Dalam konteks ini dapat kita lihat bahwa pentingnya etika bisnis membuat pemerintah turut serta mewajibkan korporasi untuk mengaplikasikannya melalui pembuatan suatu pernyataan tertulis berlandaskan konsep etika bisnis. Untuk memudahkan penerapan etika bisnis dalam kegiatan sehari-hari maka nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis harus  dituangkan kedalam manajemen korporasi yakni  dengan cara diantaranya menuangkan etika bisnis dalam suatu kode etik (code of conduct), memperkua sistem pengawasan, menyelenggarakan pelatihan (training) untuk karyawan secara berkala dan sebagainya.
Untuk contoh umum aplikasi etika bisnis dalam korporasi global juga dapat dijelaskan melalui suatu studi kasus tertentu. Misalnya saja pada kasus yang terjadi pada PT. Freeport Indonesia. PT. Freeport Indonesia sebagai salah satu perusahaan mine-ing (tambang) di Indonesia dalam melaksanakan operasional bisnisnya membawa dampak tersendiri terhadap kerusakan lingkungan di sekitar wilayah operasioal bisnisnya. Menurut Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Proses pembangunan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia harus diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan sesuai dengan amanah Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Aktivitas pembangunan yang dilakukan dalam berbagai bentuk Usaha dan atau kegiatan pada dasarnya akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Dengan diterapkannya prinsip berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam proses pelaksanaan pembangunan, dampak terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh berbagai aktivitas pembangunan tersebut dianalisis sejak awal perencanaannya, sehingga langkah pengendalian dampak negatif dan pengembangan dampak positif dapat disiapkan sedini mungkin. Perangkat atau instrumen yang dapat digunakan untuk melakukan hal tersebut adalah Amdal dan UKL-UPL. Pasal 22 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menetapkan bahwa setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal.
 Oleh sebab itu PT. Freeport Indonesia memiliki komitmen untuk mengelola dan meminimalisir dampak dari kegiatan operasionalnya terhadap lingkungan dan untuk mereklamasi serta menghijaukan kembali lahan yang terkena dampak. Melalui kebijakan lingkungan, PT. Freeport Indonesia berkomitmen untuk melaksanakan pengelolaan dan praktik-prkatik lingkungan yang baik, menyediakan sumber daya yang cukup layak guna memenuhi tanggung jawab tersebut dan melakukan perbaikan berkesinambungan terhadap kinerja lingkungan pada setiap lokasi kegiatan. PT. Freepot Indonesia juga memiliki komitmen kuat untuk mendukung penelitian ilmilah guna memahami lingkungan di sekitar tempat PT. Freeport Indonesia beroperasi, serta melakukan pemantauan yang komprehensif untuk menentukan efektivitas dari praktik-praktik pengelolaan.
Sikap-sikap yang dilaksanakan PT. Freepot Indonesia seperti yang telah dijelaskan di atas menggambarkan pengaplikasian etika bisnis dalam korporasi global. Etika bisnis terlaksana oleh PT. Freeport Indonesia melalui pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) yang diwujudkan dalam berbagai langkah dan sikap. Walaupun PT. Freeport Indonesia memberikan dampak perusakan lingkungan dalam operasional bisnisnya namun korporasi tersebut menjunjung tinggi etika dalam bisnisnya sehingga menimbulkan sikap tanggung jawab untuk meminimalisir dan menghilangkan dampak perusakan tersebut. Secara tidak langsung melalui pelaksanaan etika bisnis tersebut, PT. Freeport Indonesia meginginkan untuk tidak merugikan pihak manapun sehingga keberlangsungan bisnisnya dapat terus terjaga dengan baik. Dengan mengaplikasikan etika bisnis, sistem bisnis yang dijalankan akan kondusif dan terhindar dari permasalahan apapun.
Dari contoh di atas dapat kita lihat pentingnya peran etika dalam korporasi global. Aplikasi etika bisnis dinilai sangat bermanfaat menciptakan operasional bisnis lebih baik bahkan lebih menguntungkan. Etika bisnis dapat dijadikan pedoman sekaligus batasan mengenai hal-hal yang boleh maupun tidak boleh dilakukan. Diharapkan studi mendalam mengenai etika bisnis dapat mengantarkan tidak hanya dalam skala besar seperti korporasi untuk terus maju namun juga melahirkan kesadaran pentingnya moral terhadap individu di dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR  PUSTAKA :
Online referensi :

Friday, July 31

Korporasi Global dan Demokrasi Liberal : Perubahan Peranan dan Investasi PT Shell Indonesia sebagai Multinational Corporation setelah dibentuknya UU Migas No. 22 Tahun 2001




Mata Kuliah    : KORPORASI GLOBAL
Tanggal           : 24 Oktober 2014      



Industri minyak dan gas bumi merupakan salah satu komponen strategis bagi kondisi perekonomian indonesia dimana sumbangan sektor migas pada APBN negara mencapai 25 %.  Oleh sebab itu pengelolaan migas menjadi salah satu komponen vital dalam mewujudkan ketahanan energi yang menjadi bagian dari ketahanan nasional. Melimpahnya sumber daya minyak dan gas bumi di Indonesia mendorong banyak penanaman modal asing atau investasi asing untuk ikut berkontribusi dan ikut serta dalam pemanfaatan sumber daya sekaligus meraup keuntungan maksimal. Salah satu perusahan terkemuka multinasional yang berhasil ikut serta dalam penanaman modal di Indonesia adalah Shell atau sekarang dikenal dengan PT. Shell Indonesia.
Investasi Shell sudah dimulai sejak lama dan terus berkembang megikuti legitimacy dan peraturan kedaulatan negara yang diatur melalui UU Migas. Dibentuknya UU Migas No. 22 Tahun 2001 menjadi langkah baru bagi Shell untuk melakukan perubahan investasi menjadi lebih dominan terhadap sektor migas di Indonesia. Dalam tulisan ini akan coba dibahas bagaimana UU Migas Tahun 2001 dapat mempengaruhi penanaman modal mutinational corporation, dilihat dari salah satu korporasi asing, PT Shell Indonesia dan apakah UU Migas Tahun 2001 sebagai undang-undang berbasis ekonomi dapat dikatakan merupakan salah satu bentuk demokrasi ekonomi pesanan korporasi ?

Dinamika Perkembangan Migas di Indonesia
Jauh sebelum kemerdekaan indonesia, pencarian minyak di Indonesia sudah banyak dilakukan. Diantaranya oleh salah satu pengusaha bekebangsaan belanda yang bernama Jan Reerink di daerah lereng gunung Ciremai. Kemudian di lanjutkan oleh Aeilko Jans Zijklert pada tahun 1885 di Telaga Tunggal. Pengeboran yang dilakukan Aeliko Jana Zijliker membuahkan hasil dan keberhasilannya tersebut menjadi pendorong banyak dilakukannya untuk melakukan eksplorasi di daerah lainnya yang memiliki potensi minyak seperti Jambi, Aceh, Surabaya, dan Palembang. Keberhasilan dari usahanya tersebut juga akhirnya menciptakan usaha untuk berproduksi di sektor perminyakan, pengolahan dan penyulingan minyak bumi dan pemasarannya. Dan pada akhirnya banyak perusahaan multinasional asing yang berlomba-lomba masuk melakukan kegiatan usaha sektor migas di Indonesia seperti Standard Oil of New Jersey, Socony Vacuum (Standard Oil of New York), Standard Vacuum Petroleum (STANVAC), California Texas Oil dan tentu saja The Royal Dutch Shell Group atau atau saat ini dikenal sebagai “Shell”.
Setelah masa kemerdekaan, sesuai dengan UUD 1945 pasal 33 yang sudah dibentuk pada saat itu yang berbunyi : “bumi air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Maka dari itu untuk mengemban amanat yang ditertera pada UUD 1945 pasal 33, akhirnya, pada tahun 1971 Indonesia memiliki perusahaan migas yaitu PERTAMINA sebagai perusahaan yang memiliki kedaulatan penuh dalam pengelolaan sumber daya migas di Indonesia yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1971. Jadi perusahaan asing seperti Shell, Caltex, dan Stanvac bekerja untuk PERTAMINA sebagai kontraktor dan dalam bentuk production sharing contract yang menjadi dasar dari kontrak kerja sama pengelolaan migas di Indonesia. Dan pada saat itu hingga 2001, PERTAMINA menjadi donor devisa paling besar bagi Indonesia.
 
Shell dan peranannya dalam sektor Migas di Indonesia
            Penemuan minyak oleh Aeilko Jans Zijklert pada tahun 1885 di Telaga Tunggal membuat ia mengubah Provisional Sumatra Petroleum Company miliknya menjadi sesuatu yang  lebih substansial pada tahun 1890. Dan pada tanggal 16 Juni, piagam perusahaan  "Royal Dutch Company for the Working of Petroleum Wells in the Dutch Indies" didirikan di Den Haag. Setelah Zijklert meninggal pada 27 Desember 1890, rekannya mengambil alih pekerjaan untuk menamukan ladang minyak baru dan mengembangkan perusahaannya. Hingga pada awal abad 20, sumber minyak bumi telah di temukan di Sumatra Utara, Sumatra Sealatan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur. Pada tahun pertama di abad itu, dua dari sekian banyak perusahaan muncul sebagai pemimpin, yaitu Royal Dutch untuk bagian produksi dan penyulingan, sementara Shell di bidang transportasi dan pemasaran. Di tahun 1902, Shell dan Royal Dutch membentuk perusahaan bersama untuk menangani pengiriman dan pemasaran dengan nama The Shell Transport and Royal Dutch Petroleum Co, Ltd.
Setelah beberapa tahun pada 24 februari 1907, terbentuklah Royal Ducth / Shell Group of Companies yang kemudian dunia lebih mengenalnya dengan Shell. Tiga tahun kemudian, pada 1910, Shell menyerap produsen lain dari Indonesia dan pada 24 juni 1911, mereka membeli lagi sebuah perusahaan bernama The Dordtsche Petroleum Mij dan dominasi Shell di industri perminyakan di Indonesia semakin lengkap. Selanjutnya pada tahun 1963, dibentuknya UU No. 14 Tahun 1963 yang menjelaskan mengenai status kedudukan Shell di Indonesia. Di dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa daerah-daerah bekas konsesi korporasi asing pertambangan di Indonesia, salah satu diantaranya Shell, dinyatakan dikembalikan kepada Pemerintah Republik Indonesia dimana segala usaha pertambangan minyak dan gas bumi hanya dapat dilaksanakan oleh perusahaan negara, kecuali apabila diperlukan pelaksanaan pekerjaan yang belum atau tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh negara maka dapat ditunjuk korporasi asing sebagai kontraktor perusahaan negara. Sehingga pada saat itu, status Shell masih terbatas karena hanya sebagai kontraktor di Indonesia.

Dibentuknya UU Migas No. 22 Tahun 2001
Dengan berjalannya waktu, peminatan atau kebutuhan masyarakat akan Bahan Bakar Minyak makin bertambah. Hal tersebut membuat perusahaan pertamina sulit untuk memenuhi permintaan dikarenakan alat-alat produksi yang terbatas untuk mengolah minyak. Kemudian untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah mengeluarkan Keppres No.31 Tahun 1997 tentang perusahaan minyak swasta. Dengan adanya peraturan tersebut pemerintah memberi izin kepada PERTAMINA untuk membeli minyak pada perusahaan swasta tanpa mengubah peran pertamina yang memonopoli Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam negeri. Status tersebut membuat pertamina menjadi aktor monopoli utama sektor migas di Indonesia. Di sini Shell masih berperan sebagai salah satu produsen bagi Pertamina. Hal tersebut kemudian membuat korporasi asing dan Multinational Corporation yang saat itu memang sudah mendominasi di Indonesia dari segi finansial, mendorong pemerintah agar menjadikan pasar yang kompetitif. Selain itu juga karena adanya berbagai tuntutan dan kebutuhan akan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang masih kurang  terpenuhi dengan baik walaupun dengan dikeluarkannya Keppres No.31 Tahun 1997.
Sehingga pada Tahun 2001, pemerintah mengeluarkan UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas. Dengan diberlakukannya UU ini menjadikan perusahaan swasta mudah untuk pengolahan dan pemasaran minyak di Indonesia lalu PERTAMINA tidaklah lagi menjadi regulator, karena negara telah membentuk Badan Pelaksana Migas dan Badan Pengatur Migas dan status PERTAMINA sebagai monopoli perusahaan minyak dalam negeri di cabut. Perusahaan tunggal migas negara Indonesia yaitu PERTAMINA sudah berakhir, artinya PERTAMINA tidak lagi menjadi pemain tunggal dalam sektor migas di Indonesia. Undang-undang ini yang menjadi pemicu awal untuk meliberalisasi di sektor minyak dan gas bumi untuk membuat pasar yang lebih kompetitif. Dan sampai pada tahun 2005 silam, tercatat sebesar 105 perusahaan telah mendapat izin untuk beroperasi, mengelola, dan memasarkan produk Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia seperti Chevron-Texaco, Petronas, British Petroleum dan tentu saja Shell.

Analisis :
Pengelolaan sumber daya alam yaitu dalam hal ini adalah Migas, terbukti pengelolaannya masih bersandar pada perusahaan asing yang menyebabkan semakin kuatnya peranan perusahaan asing dalam penguasaan dan eksploitasi Migas Indonesia. PT Shell Indonesia menjadi salah satu perusahaan asing dimana sudah mulai beroperasi bahkan pada saat Indonesia belum mendapatkan kemerdekaan. Setelah adanya kemerdekaan juga tidak cukup membatasi Shell dalam mengeksploitasi sumber daya migas di Indonesia. Shell mendapatkan keuntungan walau hanya sebagai kontraktor pertamina. Pemerintah sendiri masih belum dapat menyelesaikan permasalahaan kebutuhan Migas dengan baik secara mandiri. Negara Indonesia termasuk sebagai negara berkembang yang memiliki sumber daya alam dan manusia yang melimpah namun tidak memiliki kekuatan produksi. Hal tersebut lah yang akhirnya membuat perusahaan asing mencoba terus mendorong dan menekan pemerintah untuk segera mengeluarkan undang-undang berbasis ekonomi (economic based legislation).
Ditetapkannya UU No. 22 Tahun 2001 Tentang Migas menjadi solusi bagi permasalahan kebutuhan Migas di Indonesia. Undang-undang ini tidak lain untuk meliberalisasikan sektor migas. Dengan kata lain, perusahaan asing bebas masuk untuk berinvestasi dan mengelola migas di Indonesia. Perusahaan asing mulai masuk dan berlomba-lomba untuk mengelola dan mencari keuntungan dari pengelolaan minyak di Indonesia. Dan posisi Indonesia disini hanya memberikan jasa kepada perusahaan asing untuk memperkerjakan masyarakatnya di perusahaan asing tersebut. Sedangkan bagi PERTAMINA mencabut statusnya tidak lagi menjadi pemain tunggal dalam sektor migas Indonesia melainkan harus bersaing dengan perusahaan migas asing seperti Shell
Shell akhirnya mendapatkan perubahan dominasi dan peranan tertentu dari ditetapkannya undang-undang ini dimana yang pada awalnya hanya sebagai kontraktor, kemudian menjadi pelaku utama mandiri yang bersaing dengan perusahaan migas nasional, pertamina. PT Shell Indonesia sebagai perusahaan asing terus berkembang di Indonesia. Sebagian besar sumber-sumber energi Indonesia memang dikuasai oleh perusahaan asing. Untuk minyak misalnya, Indonesian Re­sour­ce Studies (IRESS) menemukan bahwa Pertamina  hanya memproduksi minyak sebesar 15 persen dan 85 persen diproduksi oleh asing.

Kesimpulan :
Dewasa ini korporasi asing memang memegang peranan penting di Indonesia, tidak hanya di sektor ekonomi namun merambah ke dominasi demokrasi ekonomi. Ditetapkannya UU No. 22 Tahun 2001 secara tidak langsung membuat demokrasi kita terkikis karena adanya tekanan korporasi untuk menguasai sumber daya Migas Indonesia melalui undang-undang berbasis ekonomi. Bisa jadi UU No. 22 Tahun 2001 merupakan bentuk demokrasi pesanan korporasi dimana melalui undang-undang tersebut, korporasi asing berhasil berinvestasi penuh dan memperoleh keuntungan besar, bahkan lebih besar dari keuntungan Indonesia sendiri karena korporasi asing terbukti lebih dominan di sektor migas daripada perusahaan nasional.

Referensi :
 Driver, Ciaran and Thomson, Grahame. Corporate Governance and Democracy. Imperial College, University of London, England and Open Unibersity, England
Sabrina, meutia. 2013.  Analisis Resiko Politik dalam Investasi Royal Dutch Shell di Indonesia. Media jurnal
Palazzo, Guido. Corporate Social Responsibility, Democracy, and The Politization of The Corporate. University of Zurich
Palimpung, Hizkia Y. 2013. Investasi Perusahaan Asing (Multinational Corporation) di Indonesia pada Sektor Migas, Praktek Imperialisme ?. Universitas Al-Azhar Indonesia

www.hukumonline.com diakses tanggal 23 Oktober, UU No. 22 Tahun 2001; Keppres No.31 Tahun 1997; UU No. 14 Tahun 1963
www.shell.co.id diakses tanggal 23 Oktober