My Beloved Family

My Beloved Family
"The love of a family is life's greatest blessing" -anonim-

Tuesday, August 11

MNC Peace Theory : Studi Kasus Peran Miles Collines Hotel di Konflik Genosida Rwanda



Mata Kuliah    : Multinational Corporation
Tanggal           : 21 Mei 2015

 Multi National Corporation (MNC) Peace Theory merupakan topik dan konsep baru pembahasan dalam studi hubungan internasional dimana menjelaskan bagaimana MNC mempengaruhi Perdamaian dan Keamanan Internasional. Di dalam konsep ini juga dijelaskan mengapa MNC dan perusahaan-perusahaan besar mau masuk, berbisnis dan beroperasi di wilayah konflik. Terlepas dari dampak positif dan negatif yang ditimbulkan dari keberadaan MNC, pada wilayah konflik MNC dapat melakukan aktifitas-aktifitas yang mampu melipatgandakan profit dan keuntungan mereka dengan berbagai cara yang kita sebut The dark side eonomy in conflict zone. Teori yang juga dikenal dengan Corporate Security Responsibility ini memiliki asumsi dasar bahwa MNC can contribute something positive in conflict zone. Jadi secara garis besar MNC dapat dikataka sebagai aktor baru dan aktor peting dari peace making. Di wilayah konflik pada umumnya, otoritas negara mengalami disfungsi secara signifikan sehingga terjadi konflik yang berkepanjangan. Hal tersebut mengakibatkan beban tanggung jawab yang ditanggung pemerintah lokal menjadi overload sehingga memerlukan elemen lain seperti MNC untuk turut membantu berkontribusi di beberapa sektor terkait peace making. Di dalam paper ini, akan coba dijelaskan mengenai studi kasus dimana MNC berperan secara tidak langsung dalam memantu menciptakan perdamaian di wilayah konflik. Dan studi kasus yang diambil adalah studi kasus mengenai peran Miles Colines Hotel di Kigali, Rwanda.

The Brief History of Genocide Rwanda 
Kasus genosida di Rwanda memang menjadi salah satu sejarah kelam dunia internasional. Genosida yang terjadi pada tahun 1994 menggambarkan tingginya intensitas dan peliknya konflik yang terjadi pada saat itu. Konflik di Rwanda berawal dari adanya konflik dua etnis yaitu etnis minoritas Tutsi dan mayoritas Hutu. Menurut sejarah, kolonis Belgia yang dulunya berkuasa dan memiliki kepentingan nasional di Rwanda membuat perbedaan divisi dan memperkuat perbedaan etnis Tutsi dan Hutu tersebut. Etnis Tutsi yang secara fisik lebih tinggi, memiliki kulit lebih cerah dan berhidung panjang, dianggap lebih elegan dari pada etnis Hutu. Tidak hanya itu, kolonis Belgia menjadikan hanya etnis Tutsi yang menggerakkan roda pemerintahan pada saat itu. Hal tersebut membuat etnis Hutu sebagai etnis mayoritas di Rwanda memiliki ketidakpuasaan yang akhirnya berujung pada kebencian terhadap etnis Tutsi. Pasca runtuhnya kekuasaan Belgia, kolonist Belgia akhirnya juga meninggalkan kekuasaannya pada etnis Hutu.[1]

Konflik mulai memanas setelah tewasnya presiden Rwanda, Juenal Habyarimana. Presiden Habyarimana dikenal sebagai presiden yang merintis pemerintahan dengan menggabungan tiga etnis besar di Rwanda yaitu Hutu (85%), Tutsi (14%) dan Twa (1%). %), Konsep pemerintahan power sharing yang melibatkan banyak suku ini tercantum dalam Piagam Arusha (Arusha Accord). Habyarimana mengangkat perdana menteri Agathe Uwilingiyama dari suku Tutsi. Pengangkatan dari suku berbeda jenis ini jelas tidak diterima oleh kelompok militan yang ingin mempertahankan sistem pemerintahan satu suku.[2] Presiden Habyarimana menjadi korban penembakan saat berada di dalam pesawat terbang. Disinyalir peristiwa penembakan keji itu dilakukan sebagai protes terhadap rencana Presiden Habyarimana untuk masa depan Rwanda. Habyarimana berencana melakukan persatuan etnis di Rwanda dan pembagian kekuasaan kepada etnis-etnis itu.[3]

Setelah tewasnya presiden Habyarimana, pertentangan dan konflik banyak terjadi hingga menimbulkan banyak korban jiwa. Di dalam tragedi genosida ini terjadi pembantaian terhadap orang suku Tutsi dan Hutu moderat oleh sekelompok ekstremis Hutu yang dikenal sebagai Interahamwe. Menurut catatatan tidak kurang dari 800.000 jiwa atau paling banyak sekitar satu juta jiwa etnis Tutsi menjadi korban pembantaian. 

Miles Collins Hotel di tengah-tengah Konflik
Miles Colins Hotel merupakan salah satu multi nasional corporation di bidang industri jasa dimana termasuk salah satu hotel berbintang empat tebesar yang terletak di Kigali, ibukota Rwanda. Pada tahun 1994, kepemilikannya masih di bawah Sabena Hotels Belgium dari pemerintahan Belgia. Walaupun sudah jauh beroperasi sebelum konflik genosida berlangsung, Miles Colins Hotel sebagai salah satu multi nasional corporation terbukti mampu memposisikan diri untuk terus berbisnis di wilayah konflik. Bahkan Miles Colins Hotel secara tidak langsung dapat dikatakan berkontribusi sebagai aktor dari pada peace making. Apresiasi keterlibatan Miles Colins Hotel pada konflik genosida di Rwanda dapat dilihat hingga kini. Miles Colins Hotel menjadi salah satu hotel yang terkenal di dunia internasional karena pernah menampung lebih dari seribu orang yang mengungsi selama Genosida Rwanda tahun 1994 berlangsung. Miles Colins Hotel juga menjadi sponsor dengan menyediakan sarana dan prasarana bagi para anggota PBB yang saat itu bertugas sebagai peace keeper di wilayah konflik Rwanda.

Pada saat ajang pembantaian etnis genosida Rwanda berlangsung tahun 1994, Miles Colins Hotel memutuskan untuk terus beroperasi di wilayah konflik tersebut. Paul Rusesabagina sebagai house manager saat itu mendapat kepercayaan untuk terus mengoperasionalkan hotelnya di tengah-tengah konflik. Hal tersebut dilatarbelakangi untuk untuk menjaga reputasi dan melipatgandakan keuntungan dan profit mereka. Paul Rusesabagina berpendapat bahwa Miles Colins Hotel is an oasis of calm for all our loyal customer sehingga diposisikan menjadi salah satu tempat yang aman dan nyaman untuk ditinggali pada saat konflik berlangsung. Banyak orang-orang media yang berasal dari luar Rwanda, yang bertugas untuk meliput konflik Rwada memilih Miles Colins Hotel sebagai tempat tinggal mereka. Bahkan pasukan PBB menjadikan Miles Colins Hotel sebagai tempat menyelenggarakan berbagai konferensi dan rumah kedua penampungan pengungsi.

Keberandaan Miles Colins Hotel juga berkontribusi secara tidak langsung di sektor peace making. Sebelum terjadinya penembakan presiden Habyarimana, UNAMIR (United Nations Assistance Mission for Rwanda) sebagai badan keamanan yang dibentuk PBB menjadikan Miles Colins Hotel sebagai sponsor yang menyediakan tempat untuk berlangsungnya konferensi PBB pasca negosiasi yang dilakukan presiden Habyarimana.[4] Secara garis besar, apabila kita analisis lebih jauh, terdapat banyak peran dari pada Miles Colins Hotel terhadap konflik yang terjadi.

1.      Menurut the dark side economic in conflict zone, di wilayah konflik, MNC dapat bermain mata dengan pihak-pihak yang terlibat konflik sehingga menguntungkan bagi mereka sendiri. Di dalam kasus ini, Miles Colins Hotel mendukung penuh keterlibatan PBB sebagai aktor peace keeper. Miles Colins Hotel memberikan fasilitas dan mensponsori konferensi maupun berbagai hal terkait konflik. Hal tersebut dilaksanakan untuk menjaga dan meningkatka reputasi mereka di bidang jasa perhotelan di Rwanda. Selain itu, dengan dukungannya tersebut, Miles Colins Hotel dapat memposisikan diri menjadi hotel dengan keamanan tinggi pada saat konflik sehingga mampu menarik minat konsumer lain sehingga dapat meningkatkan profit mereka.
2.   Keberadaan MNC dapat berkolaborasi dengan pemerintah lokal dimana pada saat konflik berlangsung, beban tanggung jawab pemerintah menjadi overload sehingga memerlukan bantuan elemen lain yaitu MNC. Miles Colins Hotel dijadikan sebagai refugee camp atau kamp bagi para pengungsi yang saat itu memerlukan bala bantuan. Tercatat sebanyak 1268 pengungsi Tutsi dan Hutu mendiami Miles Colins Hotel.
3.  Dalam kontribusinya di sektor peace making, MNC dapat mensponsori untuk proses negosiasi dimana Miles Colins Hotel dijadikan tempat bagi UNAMIR (United Nations Assistance Mission for Rwanda) untuk melaksanakan konferensi pada saat penandatanganan perjanjian peace aggrement oleh Presiden Rwanda.
4.   Kontribusi lain di sektor peace making adalah untuk membantu dalam proses social dan psychological rehabilitation. Pada saat genosida berlangsung, beberapa pengungsi mengalami trauma dan ketakutan yang mendalam akan teror yang berangsung. Miles Colins Hotel mampu memposisikan diri sebagai salah satu tempat yang aman dengan mengandeng pasukan-pasukan keamanan PBB. Paul Rusesabagina sebagai house manager saat itu mampu memberikan dukungan psikologis sekaligus keamanan fisik sehingga pada akhirnya semua pengungsi dapat selamat.

Kesimpulan :
Dari pemaparan singkat mengenai peranan Miles Colins Hotel tersebut, dapat kita lihat bahwa multi nasional corporation mampu menjadi aktor yang mempengaruhi perdamaian dan keamanan walaupun hal tersebut tidak dilakukan secara langsung. MNC memutuskan untuk terus beroperasi di wilayah konflik karena MNC berhasil melakukan aktifitas-aktifitas yang mampu melipatgandakan profit mereka. Miles Colins Hotel merupakan contoh salah satu potret nyata keberhasilan MNC yang memanfaatkan konflik untuk keuntungannya. Keterlibataanya dalam konflik genosida di Rwanda menjadikan reputasinya meningkat hingga banyak diapreasi masyarakat internasional hingga kini. Selain memperkuat basis ekonominya, keterlibatan Miles Colins Hotel juga mampu menjelaskan apa pentingnya mengetahui kontribusi MNC ini di wilayah konflik. Berbagai analisa ini dapat menjelaskan pada kita bahwa MNC dewasa ini adalah menjadi salah satu aktor penting dari peace making.

Referensi :
Macmilan, Palgrave. 2010. Corporate Security Responsibility. Global Issues Series. England.
Cooper, Allan D. 2011. From Slavery to Genocide : The Fallacy of Debt in Reparations.  Journal of Black Studies 2012 43: 107 originally published online 10 June 2011. Journal. h. 112.
Catatan Kuliah MNC pada 7 Mei 2015
Film Dokumenter Hotel Rwanda
 

0 komentar:

Post a Comment