Mata Kuliah : Multinational Corporation
Tanggal : 21 Mei 2015
Multi National Corporation (MNC) Peace Theory
merupakan topik dan konsep baru pembahasan dalam studi hubungan internasional
dimana menjelaskan bagaimana MNC mempengaruhi Perdamaian dan Keamanan
Internasional. Di dalam konsep ini juga dijelaskan mengapa MNC dan
perusahaan-perusahaan besar mau masuk, berbisnis dan beroperasi di wilayah
konflik. Terlepas dari dampak positif dan negatif yang ditimbulkan dari
keberadaan MNC, pada wilayah konflik MNC dapat melakukan aktifitas-aktifitas
yang mampu melipatgandakan profit dan keuntungan mereka dengan berbagai cara
yang kita sebut The dark side eonomy in
conflict zone. Teori yang juga dikenal dengan Corporate Security Responsibility ini memiliki asumsi dasar bahwa
MNC can contribute something positive in
conflict zone. Jadi secara garis besar MNC dapat dikataka sebagai aktor
baru dan aktor peting dari peace making.
Di wilayah konflik pada umumnya, otoritas negara mengalami disfungsi secara
signifikan sehingga terjadi konflik yang berkepanjangan. Hal tersebut
mengakibatkan beban tanggung jawab yang ditanggung pemerintah lokal menjadi overload sehingga memerlukan elemen lain
seperti MNC untuk turut membantu berkontribusi di beberapa sektor terkait peace making. Di dalam paper ini, akan
coba dijelaskan mengenai studi kasus dimana MNC berperan secara tidak langsung
dalam memantu menciptakan perdamaian di wilayah konflik. Dan studi kasus yang
diambil adalah studi kasus mengenai peran Miles Colines Hotel di Kigali,
Rwanda.
The Brief History of Genocide Rwanda
Kasus genosida di Rwanda memang menjadi salah
satu sejarah kelam dunia internasional. Genosida yang terjadi pada tahun 1994 menggambarkan
tingginya intensitas dan peliknya konflik yang terjadi pada saat itu. Konflik
di Rwanda berawal dari adanya konflik dua etnis yaitu etnis minoritas Tutsi dan
mayoritas Hutu. Menurut sejarah, kolonis Belgia yang dulunya berkuasa dan
memiliki kepentingan nasional di Rwanda membuat perbedaan divisi dan memperkuat
perbedaan etnis Tutsi dan Hutu tersebut. Etnis Tutsi yang secara fisik lebih
tinggi, memiliki kulit lebih cerah dan berhidung panjang, dianggap lebih elegan
dari pada etnis Hutu. Tidak hanya itu, kolonis Belgia menjadikan hanya etnis
Tutsi yang menggerakkan roda pemerintahan pada saat itu. Hal tersebut membuat
etnis Hutu sebagai etnis mayoritas di Rwanda memiliki ketidakpuasaan yang
akhirnya berujung pada kebencian terhadap etnis Tutsi. Pasca runtuhnya kekuasaan
Belgia, kolonist Belgia akhirnya juga meninggalkan kekuasaannya pada etnis
Hutu.[1]
Konflik mulai memanas setelah
tewasnya presiden Rwanda, Juenal Habyarimana. Presiden Habyarimana dikenal sebagai presiden yang merintis pemerintahan
dengan menggabungan tiga etnis besar di Rwanda yaitu Hutu
(85%), Tutsi (14%) dan Twa (1%). %), Konsep pemerintahan power sharing yang melibatkan banyak suku ini
tercantum dalam Piagam Arusha (Arusha Accord). Habyarimana mengangkat perdana
menteri Agathe Uwilingiyama dari suku Tutsi. Pengangkatan dari suku berbeda
jenis ini jelas tidak diterima oleh kelompok militan yang ingin mempertahankan
sistem pemerintahan satu suku.[2] Presiden Habyarimana menjadi korban
penembakan saat berada di dalam pesawat terbang. Disinyalir peristiwa penembakan keji itu dilakukan
sebagai protes terhadap rencana Presiden Habyarimana untuk masa depan Rwanda.
Habyarimana berencana melakukan persatuan etnis di Rwanda dan pembagian
kekuasaan kepada etnis-etnis itu.[3]
Setelah
tewasnya presiden Habyarimana, pertentangan dan konflik banyak terjadi hingga
menimbulkan banyak korban jiwa. Di dalam tragedi genosida ini terjadi pembantaian terhadap orang suku Tutsi dan Hutu moderat oleh
sekelompok ekstremis Hutu yang dikenal sebagai Interahamwe. Menurut catatatan tidak
kurang dari 800.000 jiwa atau paling banyak sekitar satu juta jiwa etnis Tutsi
menjadi korban pembantaian.
Miles Collins Hotel di tengah-tengah Konflik
Miles Colins Hotel merupakan salah satu multi
nasional corporation di bidang industri jasa dimana termasuk salah satu hotel
berbintang empat tebesar yang terletak di Kigali, ibukota Rwanda. Pada tahun
1994, kepemilikannya masih di bawah Sabena Hotels
Belgium dari pemerintahan Belgia. Walaupun
sudah jauh beroperasi sebelum konflik genosida berlangsung, Miles Colins Hotel
sebagai salah satu multi nasional corporation terbukti mampu memposisikan diri
untuk terus berbisnis di wilayah konflik. Bahkan Miles Colins Hotel secara
tidak langsung dapat dikatakan berkontribusi sebagai aktor dari pada peace
making. Apresiasi keterlibatan Miles Colins Hotel pada konflik genosida di
Rwanda dapat dilihat hingga kini. Miles Colins Hotel menjadi salah satu hotel
yang terkenal di dunia internasional karena pernah menampung lebih dari seribu
orang yang mengungsi selama Genosida Rwanda tahun 1994 berlangsung. Miles
Colins Hotel juga menjadi sponsor dengan menyediakan sarana dan prasarana bagi
para anggota PBB yang saat itu bertugas sebagai peace keeper di wilayah
konflik Rwanda.
Pada saat ajang pembantaian etnis
genosida Rwanda berlangsung tahun 1994, Miles Colins Hotel memutuskan untuk
terus beroperasi di wilayah konflik tersebut. Paul Rusesabagina sebagai house
manager saat itu mendapat kepercayaan untuk terus mengoperasionalkan
hotelnya di tengah-tengah konflik. Hal tersebut dilatarbelakangi untuk untuk
menjaga reputasi dan melipatgandakan keuntungan dan profit mereka. Paul
Rusesabagina berpendapat bahwa Miles Colins Hotel is an oasis of calm for
all our loyal customer sehingga diposisikan menjadi salah satu tempat yang
aman dan nyaman untuk ditinggali pada saat konflik berlangsung. Banyak
orang-orang media yang berasal dari luar Rwanda, yang bertugas untuk meliput
konflik Rwada memilih Miles Colins Hotel sebagai tempat tinggal mereka. Bahkan
pasukan PBB menjadikan Miles Colins Hotel sebagai tempat menyelenggarakan
berbagai konferensi dan rumah kedua penampungan pengungsi.
Keberandaan Miles Colins Hotel juga
berkontribusi secara tidak langsung di sektor peace making. Sebelum
terjadinya penembakan presiden Habyarimana, UNAMIR (United Nations Assistance Mission for
Rwanda) sebagai badan keamanan yang dibentuk PBB menjadikan Miles Colins Hotel
sebagai sponsor yang menyediakan tempat untuk berlangsungnya konferensi PBB
pasca negosiasi yang dilakukan presiden Habyarimana.[4] Secara garis besar,
apabila kita analisis lebih jauh, terdapat banyak peran dari pada Miles Colins Hotel
terhadap konflik yang terjadi.
1.
Menurut the dark side economic in conflict
zone, di wilayah konflik, MNC dapat bermain mata dengan pihak-pihak yang
terlibat konflik sehingga menguntungkan bagi mereka sendiri. Di dalam kasus
ini, Miles Colins Hotel mendukung penuh keterlibatan PBB sebagai aktor peace
keeper. Miles Colins Hotel memberikan fasilitas dan mensponsori konferensi
maupun berbagai hal terkait konflik. Hal tersebut dilaksanakan untuk menjaga
dan meningkatka reputasi mereka di bidang jasa perhotelan di Rwanda. Selain
itu, dengan dukungannya tersebut, Miles Colins Hotel dapat memposisikan diri
menjadi hotel dengan keamanan tinggi pada saat konflik sehingga mampu menarik
minat konsumer lain sehingga dapat meningkatkan profit mereka.
2. Keberadaan MNC dapat berkolaborasi dengan
pemerintah lokal dimana pada saat konflik berlangsung, beban tanggung jawab
pemerintah menjadi overload sehingga memerlukan bantuan elemen lain
yaitu MNC. Miles Colins Hotel dijadikan sebagai refugee camp atau kamp
bagi para pengungsi yang saat itu memerlukan bala bantuan. Tercatat sebanyak 1268
pengungsi Tutsi dan Hutu mendiami Miles Colins Hotel.
3. Dalam kontribusinya di sektor peace making,
MNC dapat mensponsori untuk proses negosiasi dimana Miles Colins Hotel
dijadikan tempat bagi UNAMIR (United Nations Assistance Mission for Rwanda) untuk
melaksanakan konferensi pada saat penandatanganan perjanjian peace aggrement
oleh Presiden Rwanda.
4. Kontribusi lain di sektor peace making adalah
untuk membantu dalam proses social dan psychological rehabilitation.
Pada saat genosida berlangsung, beberapa pengungsi mengalami trauma dan
ketakutan yang mendalam akan teror yang berangsung. Miles Colins Hotel mampu
memposisikan diri sebagai salah satu tempat yang aman dengan mengandeng
pasukan-pasukan keamanan PBB. Paul Rusesabagina sebagai house manager saat
itu mampu memberikan dukungan psikologis sekaligus keamanan fisik sehingga pada
akhirnya semua pengungsi dapat selamat.
Kesimpulan :
Dari pemaparan singkat mengenai peranan Miles
Colins Hotel tersebut, dapat kita lihat bahwa multi nasional corporation mampu
menjadi aktor yang mempengaruhi perdamaian dan keamanan walaupun hal tersebut
tidak dilakukan secara langsung. MNC memutuskan untuk terus beroperasi di
wilayah konflik karena MNC berhasil melakukan aktifitas-aktifitas yang mampu
melipatgandakan profit mereka. Miles Colins Hotel merupakan contoh salah satu
potret nyata keberhasilan MNC yang memanfaatkan konflik untuk keuntungannya.
Keterlibataanya dalam konflik genosida di Rwanda menjadikan reputasinya
meningkat hingga banyak diapreasi masyarakat internasional hingga kini. Selain
memperkuat basis ekonominya, keterlibatan Miles Colins Hotel juga mampu
menjelaskan apa pentingnya mengetahui kontribusi MNC ini di wilayah konflik.
Berbagai analisa ini dapat menjelaskan pada kita bahwa MNC dewasa ini adalah
menjadi salah satu aktor penting dari peace making.
Referensi :
Macmilan,
Palgrave. 2010. Corporate Security Responsibility. Global Issues Series.
England.
Cooper, Allan D. 2011. From Slavery to Genocide : The Fallacy of Debt in Reparations. Journal of Black Studies 2012 43: 107
originally published online 10 June 2011. Journal. h. 112.
Catatan Kuliah MNC pada 7 Mei 2015
Film Dokumenter Hotel Rwanda
[1] Rwanda Genocide Timeline
dalam http://history1900s.about.com/od/rwandangenocide/a/Rwanda-Genocide-Timeline.htm diakses pada 20 Mei 2015
0 komentar:
Post a Comment