ABSTRACT
This paper is a study of Indonesia's foreign policy where the discussion focuses on the analysis of Indonesia's foreign policy towards the Non -Proliferation Treaty regime. In this paper will be described and analyzed the role of Indonesia in support of the Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) and how its implications. Whether to maintain or improve the position of Indonesia in International Relations and the most important is the effect on international peace and security.
Key
Word : nuclear, foreign policy, nuclear non proliferation
treaty (NPT).
ABSTRAK
Tulisan ini adalah merupakan studi kebijakan luar negeri Indonesia dimana fokus
pembahasannya adalah mengenai analisis kebijakan luar negeri Indonesia terhadap
rezim Non Proliferasi Nuklir. Dalam tulisan ini akan dijelaskan dan dianalisis bagaimana
peran Indonesia dalam mendukung Traktat Non Proliferasi Nuklir (NPT) dan
bagaimana implikasinya. Apakah dapat mempertahankan atau meningkatkan posisi
Indonesia dalam Hubungan Internasional dan yang paling penting adalah efeknya
bagi perdamaian dan keamanan internasional.
Kata Kunci :
nuklir, kebijakan luar negeri, traktrat non proliferasi nuklir (NPT).
Peristiwa pengebomam kota Hiroshima dan Nagasaki menjadi
sebuah momentum bagi dunia internasional mengenai begitu besar dan bahayanya
sebuah nuklir. Disamping itu, perkembangan zaman dan peradaban membuat
negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Cina, Perancis dan Rusia
berlomba-lomba mengembangkan persenjataan nuklirnya demi alasan keamanan dan
perdamaian dunia. Mengingat dampak yang bisa ditimbulkan, kepemilikan senjata
nuklir menjadi hal krusial yang patut dibahas secara interasional. Untuk itulah
negara-negara di dunia sepakat membuat suatu perjanjian non proliferasi dan
pelucutan senjata nuklir yang dikenal dengan dengan
nama Non-Proliferation Treaty (NPT).
Traktrat non proliferasi nuklir (NPT) adalah suatu
perjanjian yag ditandatangani pada 1 Juli 1968 yang bertujuan untuk membatasi
kepemilikan senjata nuklir. Perjanjian ini ditinjau melalui konferensi yang
diselenggarakan setiap lima tahun sejak perjanjian mulai berlaku pada tahun
1970. Terdapat 189 negara berdaulat yang
menjadi negara pihak NPT dan dibagi menjadi 2 kategori yaitu negara-negara
nuklir (Nuclear Weapon States/NWS)
dan negara-negara non-nuklir (Non-Nuclear
Weapon States/NNWS). NPT pada dasarnya merupakan komitmen dari kelima
negara NWS untuk mewujudkan general and
complete disarmament, dan komitmen negara-negara NNWS untuk tidak
mengembangkan atau memperoleh senjata nuklir. Selain itu, NPT juga menegaskan
untuk melindungi hak seluruh negara pihak untuk mengembangkan nuklir untuk
tujuan damai.
Posisi, peran dan kebjakan luar negeri indonesia terkait
perjanjian non proliferasi nuklir adalah suatu hal yang cukup menarik untuk
dibahas. Perjanjian non proliferasi nuklir ini sangat terkait dengan dunia
internasional karena perjanjian ini merupakan perjanjian multilateral yang
melibatkan banyak negara dan menyangkut perdamaian dan keamanan dunia
internasional. Perjanjian ini menuntut Indonesia menentukan suatu tindakan
tegas dan nyata terhadap NPT yang melibatkan pemerintah di dalam negeri.
Keikutsertaan Indonesia sebagai negara pihak yang menandatangani perjanjian ini
memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap konsistensi negara dalam menjaga
pedamaian dunia. Di dalam tulisan ini akan dibahas megenai analisis sikap
Indoesia terhadap rezim non proliferasi nuklir.
Posisi
Indonesia
Dalam Mendukung Rezim Non Proliferasi Nuklir
Sebagai salah satu dewan tidak tetap keamanan PBB sejak 1
Januari 2007, Indonesia dihadapkan pada bagaimana menentukan sikap yang bijak
terhadap berbagai wacana politik global di berbagai forum internasional dan
media massa yang terjadi. Salah satunya adalah persoalan yang dihadapi oleh
pemerintah Indonesia sebagai salah satu penandatanaganan rezim non proliferasi
nukir. Hal yang terkait dari posisi Indonesia dalam mendukung rezim non proliferasi
nuklir adalah Indonesia dihadapkan pada bagaimana mempertahankan komitmennya
terhadap rezim tersebut sehingga tdak terjadi efek snowball di Timur Tengah pada umumnya melalui resolusi dewan
keamanan PBB. Penafsiran lain mengatakan Indonesia juga dihadapkan pada situasi
yang sedang menguji kewibawaan Indonesia sebagai salah satu anggota terkemuka
gerakan Non Blok dan ASEAN yang selama ini menentang proliferasi senjata
nuklir.
Pada dasarnya terdapat tiga pilihan kebijakan yang dapat
diambil Indonesia dengan impilkasi yang berbeda-beda. Pertama, Indonesia
mendukung resolusi tersebut. Impilkasi yang ditimbulkan adalah kewibawaan
Indonesia di mata internasional terjaga bahkan meningkat. Selain itu juga
posisi Indonesia sebagai penentang proliferasi nuklir di Asia Tenggara
meningkat. Pilihan kedua, Indonesia memilih abstein dalam pemungutan suara
dengan pertimbangan agar hubungan tradisional dengan Iran dan dunia islam pada
umumnya dapat terpelihara dengan baik. Namun di sisi lain, dengan diambilnya
pilihan ini Indonesia dapat dianggap indifferent
terhadap proliferasi senjata nuklir. Pilihan ketiga dan meupakan pilihan
terakhir adalah Indonesia memilih untuk menentang resolusi tersebut dimana
resiko yang mungkin timbul adala Indonesia merupakan satu-satunya dari 15
negara anggota yang bersikap demikian. Akibatnya Indonesia dianggap tidak
konsisten dengan kebijakan luar negerinya yang selama ini mendukung rezim non
proliferasi nuklir (NPT).
Dengan berbagai banyak pilihan kebijakan dan implikasinya,
Indonesia pada akhirnya memilih alternatif untuk mendukung resolusi dan rezim
non proliferasi tersebut. Indonesia senantiasa
mendukung upaya masyarakat internasional dalam upaya non-proliferasi dan
perlucutan senjata nuklir. Dalam hal ini, Indonesia menekankan pentingnya
multilateralisme sebagai core principle
dalam perundingan non-proliferasi dan perlucutan senjata, dan menegaskan
bahwa pencapaian tujuan non-proliferasi dan perlucutan senjata perlu
ditempuh lewat cara-cara yang lawful
berdasarkan hukum internasional yang berlaku dan di bawah kerangka PBB.
Indonesia
berpandangan bahwa tiga pilar non prolifersi
nuklir (NPT)
harus diterapkan secara seimbang, transparan dan komprehensif. Indonesia
menganggap bahwa non proliferasi
nuklir (NPT)
telah mampu mencegah proliferasi horizontal senjata-senjata nuklir, namun belum
sepenuhnya berhasil mencegah proliferasi secara vertikal. Oleh karena itu,
Indonesia meminta agar seluruh negara pihak pada non proliferasi nuklir (NPT), termasuk
negara-negara nuklir, terikat pada komitmen untuk tidak mengembangkan senjata
nuklir, baik secara vertikal maupun horizontal (non-proliferation in all its aspects).
Indonesia juga tetap menjalankan perannnya sebagai bridge builder untuk menjembatani berbagai kelompok-kelompok
yang berbeda pandangan dalam isu-isu non proliferasi dan pelucutan senjata. Adanya
pengakuan dari negara-negara anggota PBB atas posisi Indonesia yang dianggap
moderat serta komitmen Indonesia yang dianggap tinggi terhadap prinsip-prinsip
multilateralisme yang berlaku menjadikan Indonesia dapat menjalankan perannya
dengan baik. Posisi Indonesia ini banyak disadari oleh key players yang ingin melakukan engagement dengan negara-negara berkembang lain yang sering
dipandang berhalauan keras.
Terkait
dengan non-proliferasi, Indonesia menginginkan agar universalitas NPT perlu
terus menjadi prioritas utama dan mendesak agar negara-negara yang belum
menjadi pihak untuk segera mengaksesi NPT sebagai negara non-nuklir.
Mengenai pemanfaatan energi nuklir untuk maksud damai, Indonesia menginginkan agar hak setiap negara untuk memanfaatkan energi nuklir untuk maksud damai sebagaimana diatur dalam Artikel IV NPT tetap dihormati.
Mengenai pemanfaatan energi nuklir untuk maksud damai, Indonesia menginginkan agar hak setiap negara untuk memanfaatkan energi nuklir untuk maksud damai sebagaimana diatur dalam Artikel IV NPT tetap dihormati.
Dan mengenai perlucutan senjata,
Indonesia selalu menekankan agar negara-negara nuklir memenuhi komitmennya
untuk melucuti senjata nuklir mereka sebagai bagian dari implementasi Artikel
VI NPT dengan batas waktu yang jelas. Selain itu, Indonesia menginginkan agar
proses perlucutan senjata nuklir dilakukan secara dapat diverifikasi (verifiable), tidak dapat dikembalikan (irreversible) dan terbuka (transparent).
Keuntungan
dan Kerugian
Kebijakan Indonesia Terkait dengan Dukungan Terhadap Rezim
Indonesia memiliki posisi
strategis sebagai anggota tidak tetap dewan keamanan PBB yang menuntut adanya
peran yang strategis bagi kepentingan nasional dan internasional Indonesia.
Selain itu suara Indonesia juga menjadi lebih dipertimbangkan setelah masuknya
Indonesia dalam keanggotaan tersebut. Sebagai bagian dari masyarat intenasional
sudah sepatutnya Indonesia turut berpartisipasi aktif di ranah internasional
terlebih lagi ketika berbicara mengenai masalah keamanan internasional termasuk
mengenai masalah non proliferasi nuklir (NPT) . Seperti yang telah dijelaskan
pada sub bab sebelumnya, sebenarnya Indonesia memiliki paling tidak tiga
pilihan dan alternatif kebijakan terkait rezim non proliferasi nuklir ini. Di
dalam tiga pilihan tersebut terdapat impikasi baik dari sisi positif maupun
negatif. Apabila dapat dianalisis, pilihan Indonesia untuk mendukung rezim non
proliferasi dapat dikatakan tepat. Banyak keuntungan yang didapat terkait
dengan dukungan terhadap rezim tersebut.
Traktrat non proliferasi
nuklir (NPT) merupakan salah satu upaya untuk mengantisipasi penyalahgunaan
nuklir yang pada kenyataanya sudah banyak dimiliki oleh beberapa negara. Di
dalam traktrat ini memiliki tiga pilar utama yaitu non proliferasi, upaya
pelucutan senjata nuklir dan pemafaatan nuklir untuk tujuan damai. Dukungan
Indonesia terhadap rezim non proliferasi menjadikan Indonesia dapat
mempertahankan eksistensi negaranya atau dapat disebut self preservation. Self
preservation merupakan usaha suatu negara untuk mempertahankan jati diri
atau identitas negaranya di tengah perkembangan global dimana eksistensi
menjadi bagian penting dalam pergaulan internasional sebagai bentuk pengakuan
negara terhadap negara lain. Dalam self
preservation juga terkandung usaha negara untuk melindungi keutuhan
wilayahnya termasuk dari ancaman bencana besar, dalam hal ini adalah ancaman
bencana nuklir, yang dapat mengancam keselamatan warga negaranya.
Terkait pilar ketiga yaitu pelucutan senjata nuklir, sebenarnya
upaya menjaga perdamaian dunia melalui pelucutan senjata ini telah dilakukan
sejak sebelum Perang Dunia I ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membentuk
komite pelucutan senjata (Committee of
the Conference on Disarmanent/CCD). Dalam UU No. 1 Tahun 2012 juga disebutkan
bahwa keberadaan senjata nuklir berpotensi mengancam perdamaian dan keamanan
dunia sehingga resiko pecahnya perang nuklir tetap menjadi keprihatinan
internasional. Ancaman malapetaka nuklir yang dapat menghancurkan peradaban
manusia dengan kedahsyatannya hanya dapat dihilangkan melalui penghapusan
seluruh persenjataan nuklir. Selain dapat terciptanya perdamaian dan keamanan
internasional dan nasional di Indonesia, dukungan terhadap non proliferasi dan
pelucutan senjata nuklir nantinya akan dapat membawa keuntungan politik yaitu meningkatkan citra, peran serta kewibawaan
Indonesia baik di tingkat regional, global maupun internasional, serta dapat
meningkatkan kerja sama bilateral, regional dan multilateral.
Keuntungan lainnya adalah didapatkannya keuntungan teknologi yang merujuk pada
kepentingan nasional Indonesia. Penghambatan, penekanan dan penghilangan penyalahgunaan
nuklir tidak berhenti sampai di situ saja. Indonesia kembali ikut berperan
dalam meratifikasi perjanjian internasional terkait rezim non proliferasi
nuklir yaitu dalam perjanjian Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty (CTBT). CTBT
adalah perjanjian internasional yang
melarang nuclear explosions secara
komprehensif oleh siapapun dan dimanapun
baik untuk tujuan militer ataupun sipil. Termasuk melarang
nuclear explosions di luar angkasa, permukaan bumi,
atmosfir, bawah permukaan air, maupun bawah tanah. Setiap negara CTBT ini
mempunyai dua kewajiban, yaitu pertama,
diminta untuk tidak melakukan segala bentuk ujicoba senjata nuklir dengan
ledakan atau segala bentuk ledakan lainnya serta melarang dan mencegah setiap
bentuk ledakan nuklir di setiap tempat yang berada di bawah yuridiksi dan
pengawasannya. Kedua,
negara diminta untuk menahan
diri agar tidak menyebabkan, mendorong atau dalam segala bentuknya
berpartisipasi dalam melakukan uji coba senjata nuklir atau segala bentuk
ujicoba nuklir lainnya.
Di dalam kesepakatan CTBT juga diatur International
Monitoring System (IMS) yang
terdiri dari radionuclide monitoring,
hydroacoustic monitoring, infrasound monitoring, dan International Data Centre (IDC)
dimana berfungsi untuk memantau adanya uji ledak nuklir dan mekanisme
peringatan dini (early warning system)
terhadap kemungkinan terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami melalui sistem
fasilitas jaringan anxilary seismic
station (stasiun seismik pendukung). Terkait IMS akan dibangun 50 primary
seismological station di 37 negara dan 120 auxiliary seismological station di
59 negara, termasuk Indonesia yang
telah ditunjuk untuk ditempatkan 6 stasiun. 4 stasiun telah dibangun di wilayah
Indonesia bagian barat dan tengah, yaitu di Prapat, Lembang, Kupang dan Kappang
serta telah memperoleh sertifikasi dari CTBTO. Sementara dua stasiun lagi akan
dibangun diwilayah bagian timur, yaitu di Sorong dan Jayapura.
Mengenai kerugian kebijakan Indonesia yang didapat
terkait dengan dukungan terhadap rezim non proliferasi nuklir (NPT), hingga
saat ini penulis belum menumukan
kerugian yang didapat secara pasti. Kecuali mungkin adanya sedikit
ketidakstabilan hubungan dengan negara yang bertentangan dengan rezim NPT
tersebut, negara Iran misalnya.
Kontribusi Indonesia dalam Mendukung
Terciptanya Perdamaian Dunia dalam Posisi Mendukung Rezim
Walaupun hanya dengan mendukung
suatu rezim internasional yaitu non proliferasi nuklir, Indonesia dapat dikatakan
ikut turut serta dalam menciptakan perdamaian dunia. Beberapa kesepakatan dalam
NPT misalnya pada sidang on-Proliferation Treaty Review & Extension Conference (NPTREC) pada tahun 1995. Negara-negara nuklir
menyepakati untuk tidak melakukan ujicoba nuklir sebagai imbalan (bargain) dari
kesepakatan ngara-negara non nuklir untuk memperpanjang Non-Proliferation
Treaty (NPT) tanpa batas (indefinite
extension). Yang mana
kesepakatan ini memicu dilakukannya perundingan dan
persetujuan tentang Comprehensive
Nuclear-Test-Ban Treaty (CTBT).
Di sini Indonesia sangat berpartisipasi secara aktif. Dalam
teks CTBT ini terlampir tentang Annex I dan Annex II. Annex I adalah daftar
negara-negara yang akan ditempatkan primary
seismic station dan auxiliary seismic
station, sedangkan Annex II adalah daftar 44 negara dimana ratifikasinya
diperlukan bagi entry into force CTBT.
Negara-negara ini adalah negara yang pada saat itu (1996) dipandang sudah
memiliki teknologi nuklir atau berkemampuan untuk mengembangkan teknologi
nuklir, termasuk Indonesia, yang pada tahun 1970-an sudah memiliki tiga reaktor
riset nuklir di Serpong, Bandung dan Yogyakarta.
Hal diatas menunjukkan
bahwa posisi dan peran Indonesia sangat diakui dalam hubungan internasional.
Apabila Indonesia tidak segera meratifikasi persetujuan, dikhawatirkan timbul
resiko perang nuklir yang berpotensi mengancam perdamaian dunia dan menjadi
keprihatinan internasional. Kontribusi Indonesia untuk segera meratifikasi
beberapa peranjian terkait non proliferasi juga menunjukkan keseriusan
komitmen yang ditunjukkan Indonesia sebagai
negara dibawah kerangka NPT untuk bergerak mencegah pengembangan
dan pemajuan kualitatif nuklir yang
merugikan misalnya pengembangan jenis senjata nuklir
baru (new type of nuclear weapons)
dimana komitmen yang ditunjukkan Indonesia ini secara tidak langsung mendesak
negara-negara lainnya termasuk negara-negara pemilik senjata nuklir seperti
Amerika Serikat (AS) yang sampai saat ini belum meratifikasi untuk segera ikut
meratifikasi.
Desakan karena sikap
Indonesia tersebut secara tidak langsung tergambar dalam pernyataan duta besar AS
di Indonesia, Scot Marciel di Jakarta pada 24 April 2012.
“Pemerintah AS sebenarnya mendukung perjanjian itu, namun
hingga kini belum disahkan oleh Senat di Kongres. Padahal parleme di Indonesia
(DPR) sudah meratifikasinya.”
Melalui pernyataan tersebut AS mengakui bahwa untuk isu krusial
tersebut pemerintah AS jauh tertinggal
dari Indonesia karena otoritasnya yang terlalu independen sehingga mengalami
hambatan dalam ratifikasinya. Indonesia juga berkontribusi meminimalisir
konflik yang terjadi pada kelompok negara-negara yang berbeda pandangan.
Indonesia yang dianggap memiliki komitmen kuat dinilai mampu menjembatani berbagai
permasalahan. Selain itu adanya pengakuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
semakin menjadikan Indonesia sebagai good
bridge builder yang pada akhirnya
dapat menghilangkan ketegangan konflik-konflik di berbagai kawasan misalnya Timur
Tengah, Asia Timur dan Asia Selatan.
Alternatif Saran
Tentang Kebijakan Indonesia Terkait
dengan Nuklir
Membuat suatu kebijakan
merupakan hal yang penting karena menyangkut suatu keputusan yang di dalamnya
terdapat suatu kepentingan krusial. Segala bentuk kebijakan yang dibuat
nantinya akan dituntut pertanggung jawabannya dan harus bermanfaat bagi
kepentingan suatu negara. Di dalam kebijakan suatu negara kepentingan nasional
memiliki tujuan mendasar serta faktor paling menentukan yang memandu para
pembuat keputusan dalam merumuskan politik luar negeri. Beberapa kebijakan
harus dipikirkan secara matang. Namun dalam beberapa kasus, ada beberapa kebijakan
yang harus segera dibuat karena nilai optimalisasinya akan lebih besar apabila
segera dilaksanakan.
Kebijakan Indonesia
terkait dengan nuklir, seperti dukungannya terhadap rezim non proliferasi
nuklir dengan meratifikasi beberapa perjanjian diantaranya adalah perjanjian Comprehensive Nuclear-Test-Ban
Treaty (CTBT) yang melarang nuclear explosions secara komprehensif oleh
siapapun, dimanapun dan untuk tujuan apapun. Di dalam
membuat keputusan dan kebijakan untuk segera meratifikasi, Indonesia sempat menunda
meratifikasi traktrat CTBT tersebut. Sebelum tanggal 6 Desember 2011, Indonesia
menjadi salah satu negara yang menandatanagani CTBT ini tetapi belum bersedia
meratifikasi. Pada prinsipnya Indonesia mendukung upaya masyarakat
internasional untuk mencapai universalitas CTBT sebagai bagian dari usaha
pengaturan senjata nuklir dan penghilangannya secara menyeluruh. Indonesia
berharap negara yang tergolong memiliki senjata nuklir seperti Amerika bersedia
meratifikasinya terlebih dahulu.
Alternatif saran yang mungkin bisa diberikan, seharusnya Indonesia tidak
menunggu atau ikut terpengaruh terhadap kebijakan negara lain dalam mengambil
suatu keputusan. Indonesia harus percaya pada group decision making nya sendiri. Justru lebih bijaksana dan lebih
tepat apabila Indonesia dapat menempatkan diri sebagai negara pelopor,
pendorong ataupun contoh bagi negara lain dimana negara Indonesia mampu
menutuskan suatu kebijakan berlandaskan keutamaan kepentingan nasionalnya
dengan cepat dan tepat serta menunjukkan kewibawaannya.
Alternatif saran yang lainnya tentang kebijakan Indonesia
terkait dengan nuklir, mungkin Indonesia dapat lebih mengoptimalkan keuntungan
yang bisa didapat dengan mendukung rezim non proliferasi nuklir. Diantaranya
tidak hanya memfokuskan diri untuk meminimalkan dan menghilangkan perkembangan
negatif nuklir namun juga memfokuskan diri pada pengembangan nuklir secara
positif. Dukungan Indonesia terghdap NPT juga tidak lepas dari penggunaan nuklir
untuk tujuan damai. Pokok ketiga dalam perjanjian non proliferasi nuklir ini
memungkinkan Indonesia untuk ikut serta dalam pengembangan energi nuklir untuk
pembangkit energi maupun pengayaan uranium sesuai norma dan aturan yang ada.
Simpulan
Dari hasil pemaparan yang telah disajikan di atas, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa :
Posisi dan kebijakan luar
negeri Indonesia terhadap non proliferasi nuklir (NPT) adalah Indonesia
mendukung rezim NPT karena resolusi tersebut dapat membawa banyak implikasi
secara positif dimana kewibawaan Indonesia di mata negara-negara internasional
terjaga bahkan meningkat. Indonesia selalu menekankan agar negara-negara nuklir memenuhi komitmennya
untuk melucuti senjata nuklir mereka. Terkait dengan non proliferasi, Indonesia
menginginkan agar universalitas NPT perlu terus menjadi prioritas utama dan
mendesak agar negara-negara yang belum menjadi pihak untuk segera mengaksesi
NPT sebagai negara non nuklir. Keuntungan yang bisa didapat terkait dukungannya
terhadap rezim ini meliputi keuntungan secara politik dengan meningkatnya kewibawaan
serta kerja sama internasional dan keuntungan teknologi dengan meningkatnya
teknologi di bidang pemantauan adanya uji ledak nuklir dan mekanisme peringatan
dini (early warning system) terhadap
bencana. Ikut aktifnya Indonesia beperan melalui rezim ini menjadikan Indonesia
sebagai aktor negara yang mampu mengontrol perkembangan negatif dan positif
nuklir demi terciptanya perdamaian dan keamanan internasional.
DAFTAR PUSTAKA :
Adisa, Evelyn. 2012. Rezim Non Proliferasi
Nuklir Internasional dan Program Nuklir Iran. Tesis Hubungan Internasional.
Universitas Indonesia. Jakarta.
Anonim. 2013. Pengembangan Teknologi Nuklir
Guna Pemanfaatan Energi Terbarukan dalam Rangka Meningkatkan Ketahanan Energi
Nasional. Jurnal Kajian Lemhannas RI.
Anonim. Kepentingan Indonesia dalam
Meratifikasi Comprehensive Nuclear Test Ban Treaty 2011.
Kile, Swannom E. Nuclear
Arms Control and Non Proliferation
Rohmah, Masitoh Nur. 2014. Analisis Group Decission-Making dalam Sikap Abstein Indonesia terhadap Resolusi Nuklir Iran. Jurnal
Hubungan Internasional. Universitas Airlangga Surabaya.
Sipahutar, Trigis Asyur. 2012. Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Perjanjian Non Proliferasi
Nuklir. Jurnal Dinamika Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.
Universitas Sumatra Utara Medan.
Online referensi :
http://anan-dk.blogspot.com/2011/10/nuclear-non-proliferation-treaty.html
0 komentar:
Post a Comment