My Beloved Family

My Beloved Family
"The love of a family is life's greatest blessing" -anonim-

Saturday, August 1

Indonesia dan Rezim Non Proliferasi Nuklir



ABSTRACT 
This paper is a study of Indonesia's foreign policy where the discussion focuses on the analysis of Indonesia's foreign policy towards the Non -Proliferation Treaty regime. In this paper will be described and analyzed the role of Indonesia in support of the Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) and how its implications. Whether to maintain or improve the position of Indonesia in International Relations and the most important is the effect on international peace and security.

Key Word : nuclear, foreign policy, nuclear non proliferation treaty (NPT).

ABSTRAK
Tulisan ini adalah merupakan studi kebijakan luar negeri Indonesia dimana fokus pembahasannya adalah mengenai analisis kebijakan luar negeri Indonesia terhadap rezim Non Proliferasi Nuklir. Dalam tulisan ini akan dijelaskan dan dianalisis bagaimana peran Indonesia dalam mendukung Traktat Non Proliferasi Nuklir (NPT) dan bagaimana implikasinya. Apakah dapat mempertahankan atau meningkatkan posisi Indonesia dalam Hubungan Internasional dan yang paling penting adalah efeknya bagi perdamaian dan keamanan internasional.

Kata Kunci : nuklir, kebijakan luar negeri, traktrat non proliferasi nuklir (NPT).

Peristiwa pengebomam kota Hiroshima dan Nagasaki menjadi sebuah momentum bagi dunia internasional mengenai begitu besar dan bahayanya sebuah nuklir. Disamping itu, perkembangan zaman dan peradaban membuat negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Cina, Perancis dan Rusia berlomba-lomba mengembangkan persenjataan nuklirnya demi alasan keamanan dan perdamaian dunia. Mengingat dampak yang bisa ditimbulkan, kepemilikan senjata nuklir menjadi hal krusial yang patut dibahas secara interasional. Untuk itulah negara-negara di dunia sepakat membuat suatu perjanjian non proliferasi dan pelucutan senjata nuklir yang dikenal dengan dengan nama Non-Proliferation Treaty (NPT).
Traktrat non proliferasi nuklir (NPT) adalah suatu perjanjian yag ditandatangani pada 1 Juli 1968 yang bertujuan untuk membatasi kepemilikan senjata nuklir. Perjanjian ini ditinjau melalui konferensi yang diselenggarakan setiap lima tahun sejak perjanjian mulai berlaku pada tahun 1970. Terdapat 189 negara berdaulat yang menjadi negara pihak NPT dan dibagi menjadi 2 kategori yaitu negara-negara nuklir (Nuclear Weapon States/NWS) dan negara-negara non-nuklir (Non-Nuclear Weapon States/NNWS). NPT pada dasarnya merupakan komitmen dari kelima negara NWS untuk mewujudkan general and complete disarmament, dan komitmen negara-negara NNWS untuk tidak mengembangkan atau memperoleh senjata nuklir. Selain itu, NPT juga menegaskan untuk melindungi hak seluruh negara pihak untuk mengembangkan nuklir untuk tujuan damai.
Posisi, peran dan kebjakan luar negeri indonesia terkait perjanjian non proliferasi nuklir adalah suatu hal yang cukup menarik untuk dibahas. Perjanjian non proliferasi nuklir ini sangat terkait dengan dunia internasional karena perjanjian ini merupakan perjanjian multilateral yang melibatkan banyak negara dan menyangkut perdamaian dan keamanan dunia internasional. Perjanjian ini menuntut Indonesia menentukan suatu tindakan tegas dan nyata terhadap NPT yang melibatkan pemerintah di dalam negeri. Keikutsertaan Indonesia sebagai negara pihak yang menandatangani perjanjian ini memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap konsistensi negara dalam menjaga pedamaian dunia. Di dalam tulisan ini akan dibahas megenai analisis sikap Indoesia terhadap rezim non proliferasi nuklir.

Posisi Indonesia Dalam Mendukung Rezim Non Proliferasi Nuklir
Sebagai salah satu dewan tidak tetap keamanan PBB sejak 1 Januari 2007, Indonesia dihadapkan pada bagaimana menentukan sikap yang bijak terhadap berbagai wacana politik global di berbagai forum internasional dan media massa yang terjadi. Salah satunya adalah persoalan yang dihadapi oleh pemerintah Indonesia sebagai salah satu penandatanaganan rezim non proliferasi nukir. Hal yang terkait dari posisi Indonesia dalam mendukung rezim non proliferasi nuklir adalah Indonesia dihadapkan pada bagaimana mempertahankan komitmennya terhadap rezim tersebut sehingga tdak terjadi efek snowball di Timur Tengah pada umumnya melalui resolusi dewan keamanan PBB. Penafsiran lain mengatakan Indonesia juga dihadapkan pada situasi yang sedang menguji kewibawaan Indonesia sebagai salah satu anggota terkemuka gerakan Non Blok dan ASEAN yang selama ini menentang proliferasi senjata nuklir.
Pada dasarnya terdapat tiga pilihan kebijakan yang dapat diambil Indonesia dengan impilkasi yang berbeda-beda. Pertama, Indonesia mendukung resolusi tersebut. Impilkasi yang ditimbulkan adalah kewibawaan Indonesia di mata internasional terjaga bahkan meningkat. Selain itu juga posisi Indonesia sebagai penentang proliferasi nuklir di Asia Tenggara meningkat. Pilihan kedua, Indonesia memilih abstein dalam pemungutan suara dengan pertimbangan agar hubungan tradisional dengan Iran dan dunia islam pada umumnya dapat terpelihara dengan baik. Namun di sisi lain, dengan diambilnya pilihan ini Indonesia dapat dianggap indifferent terhadap proliferasi senjata nuklir. Pilihan ketiga dan meupakan pilihan terakhir adalah Indonesia memilih untuk menentang resolusi tersebut dimana resiko yang mungkin timbul adala Indonesia merupakan satu-satunya dari 15 negara anggota yang bersikap demikian. Akibatnya Indonesia dianggap tidak konsisten dengan kebijakan luar negerinya yang selama ini mendukung rezim non proliferasi nuklir (NPT).
Dengan berbagai banyak pilihan kebijakan dan implikasinya, Indonesia pada akhirnya memilih alternatif untuk mendukung resolusi dan rezim non proliferasi tersebut. Indonesia senantiasa mendukung upaya masyarakat internasional dalam upaya non-proliferasi dan perlucutan senjata nuklir. Dalam hal ini, Indonesia menekankan pentingnya multilateralisme sebagai core principle dalam perundingan non-proliferasi  dan perlucutan senjata, dan menegaskan bahwa pencapaian tujuan non-proliferasi  dan perlucutan senjata perlu ditempuh lewat cara-cara yang lawful berdasarkan hukum internasional yang berlaku dan di bawah kerangka PBB.
Indonesia berpandangan bahwa tiga pilar non prolifersi nuklir (NPT) harus diterapkan secara seimbang, transparan dan komprehensif. Indonesia menganggap bahwa non proliferasi nuklir (NPT) telah mampu mencegah proliferasi horizontal senjata-senjata nuklir, namun belum sepenuhnya berhasil mencegah proliferasi secara vertikal. Oleh karena itu, Indonesia meminta agar seluruh negara pihak pada non proliferasi nuklir (NPT), termasuk negara-negara nuklir, terikat pada komitmen untuk tidak mengembangkan senjata nuklir, baik secara vertikal maupun horizontal (non-proliferation in all its aspects).
Indonesia juga tetap menjalankan perannnya sebagai bridge builder  untuk menjembatani berbagai kelompok-kelompok yang berbeda pandangan dalam isu-isu non proliferasi dan pelucutan senjata. Adanya pengakuan dari negara-negara anggota PBB atas posisi Indonesia yang dianggap moderat serta komitmen Indonesia yang dianggap tinggi terhadap prinsip-prinsip multilateralisme yang berlaku menjadikan Indonesia dapat menjalankan perannya dengan baik. Posisi Indonesia ini banyak disadari oleh key players yang ingin melakukan engagement dengan negara-negara berkembang lain yang sering dipandang berhalauan keras.
Terkait dengan non-proliferasi, Indonesia menginginkan agar universalitas NPT perlu terus menjadi prioritas utama dan mendesak agar negara-negara yang belum menjadi pihak untuk segera mengaksesi NPT sebagai negara non-nuklir.
Mengenai pemanfaatan energi nuklir untuk maksud damai, Indonesia menginginkan agar hak setiap negara untuk memanfaatkan energi nuklir untuk maksud damai sebagaimana diatur dalam Artikel IV NPT tetap dihormati.
Dan mengenai perlucutan senjata, Indonesia selalu menekankan agar negara-negara nuklir memenuhi komitmennya untuk melucuti senjata nuklir mereka sebagai bagian dari implementasi Artikel VI NPT dengan batas waktu yang jelas. Selain itu, Indonesia menginginkan agar proses perlucutan senjata nuklir dilakukan secara dapat diverifikasi (verifiable), tidak dapat dikembalikan (irreversible) dan terbuka (transparent).

Keuntungan dan Kerugian Kebijakan Indonesia Terkait dengan Dukungan Terhadap Rezim
            Indonesia memiliki posisi strategis sebagai anggota tidak tetap dewan keamanan PBB yang menuntut adanya peran yang strategis bagi kepentingan nasional dan internasional Indonesia. Selain itu suara Indonesia juga menjadi lebih dipertimbangkan setelah masuknya Indonesia dalam keanggotaan tersebut. Sebagai bagian dari masyarat intenasional sudah sepatutnya Indonesia turut berpartisipasi aktif di ranah internasional terlebih lagi ketika berbicara mengenai masalah keamanan internasional termasuk mengenai masalah non proliferasi nuklir (NPT) . Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, sebenarnya Indonesia memiliki paling tidak tiga pilihan dan alternatif kebijakan terkait rezim non proliferasi nuklir ini. Di dalam tiga pilihan tersebut terdapat impikasi baik dari sisi positif maupun negatif. Apabila dapat dianalisis, pilihan Indonesia untuk mendukung rezim non proliferasi dapat dikatakan tepat. Banyak keuntungan yang didapat terkait dengan dukungan terhadap rezim tersebut.
            Traktrat non proliferasi nuklir (NPT) merupakan salah satu upaya untuk mengantisipasi penyalahgunaan nuklir yang pada kenyataanya sudah banyak dimiliki oleh beberapa negara. Di dalam traktrat ini memiliki tiga pilar utama yaitu non proliferasi, upaya pelucutan senjata nuklir dan pemafaatan nuklir untuk tujuan damai. Dukungan Indonesia terhadap rezim non proliferasi menjadikan Indonesia dapat mempertahankan eksistensi negaranya atau dapat disebut self preservation. Self preservation merupakan usaha suatu negara untuk mempertahankan jati diri atau identitas negaranya di tengah perkembangan global dimana eksistensi menjadi bagian penting dalam pergaulan internasional sebagai bentuk pengakuan negara terhadap negara lain. Dalam self preservation juga terkandung usaha negara untuk melindungi keutuhan wilayahnya termasuk dari ancaman bencana besar, dalam hal ini adalah ancaman bencana nuklir, yang dapat mengancam keselamatan warga negaranya.
Terkait pilar ketiga yaitu pelucutan senjata nuklir, sebenarnya upaya menjaga perdamaian dunia melalui pelucutan senjata ini telah dilakukan sejak sebelum Perang Dunia I ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membentuk komite pelucutan senjata (Committee of the Conference on Disarmanent/CCD). Dalam UU No. 1 Tahun 2012 juga disebutkan bahwa keberadaan senjata nuklir berpotensi mengancam perdamaian dan keamanan dunia sehingga resiko pecahnya perang nuklir tetap menjadi keprihatinan internasional. Ancaman malapetaka nuklir yang dapat menghancurkan peradaban manusia dengan kedahsyatannya hanya dapat dihilangkan melalui penghapusan seluruh persenjataan nuklir. Selain dapat terciptanya perdamaian dan keamanan internasional dan nasional di Indonesia, dukungan terhadap non proliferasi dan pelucutan senjata nuklir nantinya akan dapat membawa keuntungan politik yaitu meningkatkan citra, peran serta kewibawaan Indonesia baik di tingkat regional, global maupun internasional, serta dapat meningkatkan kerja sama bilateral, regional dan multilateral.
Keuntungan lainnya adalah didapatkannya keuntungan teknologi yang merujuk pada kepentingan nasional Indonesia. Penghambatan, penekanan dan penghilangan penyalahgunaan nuklir tidak berhenti sampai di situ saja. Indonesia kembali ikut berperan dalam meratifikasi perjanjian internasional terkait rezim non proliferasi nuklir yaitu dalam perjanjian Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty (CTBT). CTBT adalah perjanjian internasional yang melarang nuclear explosions secara komprehensif oleh siapapun dan dimanapun baik untuk tujuan militer ataupun sipil. Termasuk melarang nuclear explosions di luar angkasa, permukaan bumi, atmosfir, bawah permukaan air, maupun bawah tanah. Setiap negara CTBT ini mempunyai dua kewajiban, yaitu pertama, diminta untuk tidak melakukan segala bentuk ujicoba senjata nuklir dengan ledakan atau segala bentuk ledakan lainnya serta melarang dan mencegah setiap bentuk ledakan nuklir di setiap tempat yang berada di bawah yuridiksi dan pengawasannya. Kedua, negara diminta untuk menahan diri agar tidak menyebabkan, mendorong atau dalam segala bentuknya berpartisipasi dalam melakukan uji coba senjata nuklir atau segala bentuk ujicoba nuklir lainnya.
Di dalam kesepakatan CTBT juga diatur International Monitoring System (IMS) yang terdiri dari radionuclide monitoring, hydroacoustic monitoring, infrasound monitoring, dan International Data Centre (IDC) dimana berfungsi untuk memantau adanya uji ledak nuklir dan mekanisme peringatan dini (early warning system) terhadap kemungkinan terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami melalui sistem fasilitas jaringan anxilary seismic station (stasiun seismik pendukung). Terkait IMS akan dibangun 50 primary seismological station di 37 negara dan 120 auxiliary seismological station di 59 negara, termasuk Indonesia yang telah ditunjuk untuk ditempatkan 6 stasiun. 4 stasiun telah dibangun di wilayah Indonesia bagian barat dan tengah, yaitu di Prapat, Lembang, Kupang dan Kappang serta telah memperoleh sertifikasi dari CTBTO. Sementara dua stasiun lagi akan dibangun diwilayah bagian timur, yaitu di Sorong dan Jayapura.
Mengenai kerugian kebijakan Indonesia yang didapat terkait dengan dukungan terhadap rezim non proliferasi nuklir (NPT), hingga saat ini penulis  belum menumukan kerugian yang didapat secara pasti. Kecuali mungkin adanya sedikit ketidakstabilan hubungan dengan negara yang bertentangan dengan rezim NPT tersebut, negara Iran misalnya.

Kontribusi Indonesia dalam Mendukung Terciptanya Perdamaian Dunia dalam Posisi Mendukung Rezim
            Walaupun hanya dengan mendukung suatu rezim internasional yaitu non proliferasi nuklir, Indonesia dapat dikatakan ikut turut serta dalam menciptakan perdamaian dunia. Beberapa kesepakatan dalam NPT misalnya pada sidang on-Proliferation Treaty Review & Extension Conference (NPTREC) pada tahun 1995. Negara-negara nuklir menyepakati untuk tidak melakukan ujicoba nuklir sebagai imbalan (bargain) dari kesepakatan ngara-negara non nuklir untuk memperpanjang Non-Proliferation Treaty (NPT) tanpa batas (indefinite extension). Yang mana kesepakatan ini memicu dilakukannya perundingan dan persetujuan tentang Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty (CTBT). Di sini Indonesia sangat berpartisipasi secara aktif. Dalam teks CTBT ini terlampir tentang Annex I dan Annex II. Annex I adalah daftar negara-negara yang akan ditempatkan primary seismic station dan auxiliary seismic station, sedangkan Annex II adalah daftar 44 negara dimana ratifikasinya diperlukan bagi entry into force CTBT. Negara-negara ini adalah negara yang pada saat itu (1996) dipandang sudah memiliki teknologi nuklir atau berkemampuan untuk mengembangkan teknologi nuklir, termasuk Indonesia, yang pada tahun 1970-an sudah memiliki tiga reaktor riset nuklir di Serpong, Bandung dan Yogyakarta.
            Hal diatas menunjukkan bahwa posisi dan peran Indonesia sangat diakui dalam hubungan internasional. Apabila Indonesia tidak segera meratifikasi persetujuan, dikhawatirkan timbul resiko perang nuklir yang berpotensi mengancam perdamaian dunia dan menjadi keprihatinan internasional. Kontribusi Indonesia untuk segera meratifikasi beberapa peranjian terkait non proliferasi juga menunjukkan keseriusan komitmen yang ditunjukkan Indonesia sebagai negara  dibawah kerangka NPT untuk bergerak mencegah pengembangan dan pemajuan kualitatif nuklir yang merugikan misalnya pengembangan jenis senjata nuklir baru (new type of nuclear weapons) dimana komitmen yang ditunjukkan Indonesia ini secara tidak langsung mendesak negara-negara lainnya termasuk negara-negara pemilik senjata nuklir seperti Amerika Serikat (AS) yang sampai saat ini belum meratifikasi untuk segera ikut meratifikasi.
            Desakan karena sikap Indonesia tersebut secara tidak langsung tergambar dalam pernyataan duta besar AS di Indonesia, Scot Marciel di Jakarta pada 24 April 2012.
“Pemerintah AS sebenarnya mendukung perjanjian itu, namun hingga kini belum disahkan oleh Senat di Kongres. Padahal parleme di Indonesia (DPR) sudah meratifikasinya.”
Melalui pernyataan tersebut AS mengakui bahwa untuk isu krusial tersebut  pemerintah AS jauh tertinggal dari Indonesia karena otoritasnya yang terlalu independen sehingga mengalami hambatan dalam ratifikasinya. Indonesia juga berkontribusi meminimalisir konflik yang terjadi pada kelompok negara-negara yang berbeda pandangan. Indonesia yang dianggap memiliki komitmen kuat dinilai mampu menjembatani berbagai permasalahan. Selain itu adanya pengakuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) semakin menjadikan Indonesia sebagai good bridge builder  yang pada akhirnya dapat menghilangkan ketegangan konflik-konflik di berbagai kawasan misalnya Timur Tengah, Asia Timur dan Asia Selatan.
           
Alternatif Saran Tentang Kebijakan Indonesia Terkait dengan Nuklir
            Membuat suatu kebijakan merupakan hal yang penting karena menyangkut suatu keputusan yang di dalamnya terdapat suatu kepentingan krusial. Segala bentuk kebijakan yang dibuat nantinya akan dituntut pertanggung jawabannya dan harus bermanfaat bagi kepentingan suatu negara. Di dalam kebijakan suatu negara kepentingan nasional memiliki tujuan mendasar serta faktor paling menentukan yang memandu para pembuat keputusan dalam merumuskan politik luar negeri. Beberapa kebijakan harus dipikirkan secara matang. Namun dalam beberapa kasus, ada beberapa kebijakan yang harus segera dibuat karena nilai optimalisasinya akan lebih besar apabila segera dilaksanakan.
            Kebijakan Indonesia terkait dengan nuklir, seperti dukungannya terhadap rezim non proliferasi nuklir dengan meratifikasi beberapa perjanjian diantaranya adalah perjanjian Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty (CTBT) yang melarang nuclear explosions secara komprehensif oleh siapapun, dimanapun dan untuk tujuan apapun. Di dalam membuat keputusan dan kebijakan untuk segera meratifikasi, Indonesia sempat menunda meratifikasi traktrat CTBT tersebut. Sebelum tanggal 6 Desember 2011, Indonesia menjadi salah satu negara yang menandatanagani CTBT ini tetapi belum bersedia meratifikasi. Pada prinsipnya Indonesia mendukung upaya masyarakat internasional untuk mencapai universalitas CTBT sebagai bagian dari usaha pengaturan senjata nuklir dan penghilangannya secara menyeluruh. Indonesia berharap negara yang tergolong memiliki senjata nuklir seperti Amerika bersedia meratifikasinya terlebih dahulu.
Alternatif saran yang mungkin bisa diberikan, seharusnya Indonesia tidak menunggu atau ikut terpengaruh terhadap kebijakan negara lain dalam mengambil suatu keputusan. Indonesia harus percaya pada group decision making nya sendiri. Justru lebih bijaksana dan lebih tepat apabila Indonesia dapat menempatkan diri sebagai negara pelopor, pendorong ataupun contoh bagi negara lain dimana negara Indonesia mampu menutuskan suatu kebijakan berlandaskan keutamaan kepentingan nasionalnya dengan cepat dan tepat serta menunjukkan kewibawaannya.
Alternatif saran yang lainnya tentang kebijakan Indonesia terkait dengan nuklir, mungkin Indonesia dapat lebih mengoptimalkan keuntungan yang bisa didapat dengan mendukung rezim non proliferasi nuklir. Diantaranya tidak hanya memfokuskan diri untuk meminimalkan dan menghilangkan perkembangan negatif nuklir namun juga memfokuskan diri pada pengembangan nuklir secara positif. Dukungan Indonesia terghdap NPT juga tidak lepas dari penggunaan nuklir untuk tujuan damai. Pokok ketiga dalam perjanjian non proliferasi nuklir ini memungkinkan Indonesia untuk ikut serta dalam pengembangan energi nuklir untuk pembangkit energi maupun pengayaan uranium sesuai norma dan aturan yang ada.

Simpulan
                Dari hasil pemaparan yang telah disajikan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :
            Posisi dan kebijakan luar negeri Indonesia terhadap non proliferasi nuklir (NPT) adalah Indonesia mendukung rezim NPT karena resolusi tersebut dapat membawa banyak implikasi secara positif dimana kewibawaan Indonesia di mata negara-negara internasional terjaga bahkan meningkat. Indonesia selalu menekankan agar  negara-negara nuklir memenuhi komitmennya untuk melucuti senjata nuklir mereka. Terkait dengan non proliferasi, Indonesia menginginkan agar universalitas NPT perlu terus menjadi prioritas utama dan mendesak agar negara-negara yang belum menjadi pihak untuk segera mengaksesi NPT sebagai negara non nuklir. Keuntungan yang bisa didapat terkait dukungannya terhadap rezim ini meliputi keuntungan secara politik dengan meningkatnya kewibawaan serta kerja sama internasional dan keuntungan teknologi dengan meningkatnya teknologi di bidang pemantauan adanya uji ledak nuklir dan mekanisme peringatan dini (early warning system) terhadap bencana. Ikut aktifnya Indonesia beperan melalui rezim ini menjadikan Indonesia sebagai aktor negara yang mampu mengontrol perkembangan negatif dan positif nuklir demi terciptanya perdamaian dan keamanan internasional.

DAFTAR  PUSTAKA :
Adisa, Evelyn. 2012. Rezim Non Proliferasi Nuklir Internasional dan Program Nuklir Iran. Tesis Hubungan Internasional. Universitas Indonesia. Jakarta.
Anonim. 2013. Pengembangan Teknologi Nuklir Guna Pemanfaatan Energi Terbarukan dalam Rangka Meningkatkan Ketahanan Energi Nasional. Jurnal Kajian Lemhannas RI.
Anonim. Kepentingan Indonesia dalam Meratifikasi Comprehensive Nuclear Test Ban Treaty 2011.
Kile, Swannom E. Nuclear Arms Control and Non Proliferation
Rohmah, Masitoh Nur. 2014. Analisis Group Decission-Making dalam Sikap Abstein Indonesia  terhadap Resolusi Nuklir Iran. Jurnal Hubungan Internasional. Universitas Airlangga Surabaya.
Sipahutar, Trigis Asyur. 2012. Kebijakan Luar Negeri Indonesia Terhadap Perjanjian Non Proliferasi Nuklir. Jurnal Dinamika Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Universitas Sumatra Utara Medan.
                                                                                  
Online referensi :
http://anan-dk.blogspot.com/2011/10/nuclear-non-proliferation-treaty.html

0 komentar:

Post a Comment